PPKM adalah Masalah, Bukan Solusi

 

Oleh: Marwan Cillung (Kader PMII Cabang Mamuju)

– Pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Covid-19 yang berlangsung 3-20 Juli 2021 dan diperpanjang sampai saat ini, justru menimbulkan kegelisahan dan kepanikan sebagian besar masyarakat, khususnya rakyat kecil.

Suasana seperti mencekam, ruas jalan banyak yang ditutup, PKL atau pedagang kecil susah berjualan karena diopyak-opyak, harga sayur-mayur naik, orang sakit makin panik karena cari ambulans susah, rakyat kecil cari makan kesulitan.

Pemerintah harus segera mengevaluasi kebijakan ini.

Sejak diberlakukannya PPKM banyak hal yang berubah. Dari sistem sampai regulasi pemerintah, hingga berdampak kepada masyarakat kecil, pedagang kaki lima (PKL), pendidikan, dan kesehatan.

Rakyat di dalam negeri dibatasi geraknya tetapi transportasi penumpang internasional, baik darat, laut maupun udara, terus berlangsung sejak awal pandemi. Semua kita tahu virus ini bukan virus endemik Indonesia tapi virus dari luar negeri, tapi kebijakan pembatasan kedatangan internasionalnya sudah melempem sejak awal pandemi.

Jika ingin PPKM Darurat dalam negeri berhasil, rakyat harus dibuat percaya dan menuruti aturan pemerintah. tutup pintu masuk penumpang internasional kemudian pemerintah fokus laksanakan distribusi vaksin.

Sedangkan dampak PPKM terhadap sektor pedagang kaki lima (PKL), banyak masyarakat yang mengelu dikarenakan pusat pencaharian untuk hidup sehari- hari kini kian menurun, dan ada pula sampai menutup usaha.

Ini yang seharusnya pemerintah pikirkan karena jangan sampai penerapan sistem PPKM terus menerus berlangsung, masyarakat bukan meninggal akibat virus COVID-19, melainkan mati kelaparan.

Sedangkan dalam dunia pendidikan,
Siswa harus menjalani metode pembelajaran jarak jauh sejak 16 Maret 2020 akibat wabah. Banyak perubahaan sistem belajar terhadap siswa.

Perubahan ini akan banyak mempengaruhi karakteristik setiap siswa dalam menuntut ilmu.
Mereka berisiko putus sekolah lantaran terpaksa bekerja demi membantu perekonomian keluarga. Ada perbedaan akses dan kualitas selama Pembelajaran Jarak Jauh.

Tidak hanya kualitas dan akses, jenjang pendidikan juga punya permasalahan-permasalahan yang spesifik.

Tanpa sekolah tatap muka, anak berpotensi menjadi korban kekerasan rumah tangga yang tidak terdeteksi guru.

juga akan merembes kepada perekonomian, karena keterbatasan gawai dan kuota internet sebagai fasilitas penunjang belajar daring.

Menurut saya, kegiatan belajar tatap muka di kelas menghasilkan pencapaian akademik lebih baik ketimbang pembelajaran jarak jauh. Anak akan kurang bersosialisasi dengan orang sekitar.

Hari ini banyak masyarakat bukan mengeluh hanya dikarenakan perekonomian menurun, bukan hanya anak sekolah yang mengeluh karena tidak dapat bertatap muka dengan teman-temannya. Banyak pula masyarakat meradang dikarenakan beberapa rumah sakit tidak memberikan pelayanan yang baik.

Mengapa? Karena pandemi Covid-19 hari ini menjadi sumber bisnis baru bagi rumah sakit. Salah satu modus yang dilakukan yakni dengan meng-Covid-kan orang sakit yang sesungguhnya tidak terkena Covid-19.
Atau dengan lain, mengubah data pasien dari negative covid-19 menjadi positif covid-19.

Modus ini dilakukan beberapa rumah sakit demi meraup keuntungan dari dana pertanggungjawaban BPJS Kesehatan. Padahal alokasi anggaran untuk mengatasi covid-19 ini sangat cukup.

Namun sayangnya, dalam prakteknya masih ada rumah sakit yang memanipulasi data pasien covid ini.

Sejak kuartal 3 tahun anggaran 2020 sampai sekarang masih banyak rumah sakit yang main-main dalam menginput data pasien. Pasien negative dimasukkan positive agar rumah sakit bisa langsung melakukan tagihan ke BPJS.

Maka dari itu banyak masyarakat yang takut untuk berobat ke rumah sakit karna mendengar isu yang beredar bahwa beberapa rumah sakit melakukan indikasi manipulasi data COVID-19.

#ANAKKAMPUNG

Comment