ESAI: Memahami Logika Jaksa di Kasus Novel dari Sudut Pandang “Orang Pintar”

MEDIAEKSPRES.id – Dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis dituntut hukuman satu tahun penjara.

Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan, dan mengakibatkan luka berat pada Novel. Ia menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk menyiram penyidik senior KPK itu.

Sedangkan Rony terlibat dalam penganiayaan karena membantu Rahmat dalam melakukan aksinya. Keduanya dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.

Menurut Jaksa, dua anggota polisi tersebut menyerang Novel karena tidak suka atau membenci Novel Baswedan — yang dinilai telah mengkhianati dan melawan institusi Polri.

Alasan jaksa penuntut umum, Ahmad Patoni, pelaku tidak sengaja melukai bola mata Novel Baswedan dengan air keras. Terdakwa berniat (menurut jaksa), hanya memberi pelajaran sebab Novel telah menghancurkan institusi kepolisian Indonesia.

Ini adalah ending dari drama tiga tahun kasus Novel Baswedan, sejak launching 2017 lalu.

BACA JUGA: ESAI: Alat Pemersatu Itu Rokok

Tim Media Ekspres pun mencoba meminta pendapat dari narasumber yang kami yakini berkapasitas, mampu menerobos alam pikiran pak jaksa.

Manusia yang punya mata batin, bisa menerawang jauh – bahkan hingga menembus logika.

Adalah Puak Gase, lelaki tua yang dikenal sebagai salah satu ‘orang pintar’ di dusun Kakak Tua. Kami mewawancarai ‘orang pintar’ tersebut untuk memahami logika hukum jaksa di kasus Novel Baswedan ini.

Puak Gase mengatakan, tuntutan jaksa itu adalah pilihan terbaik yang diambil. Pilihan yang menentukan karir gemilang sebagai jaksa penuntut kasus elit.

BACA JUGA: Dengar Jerit Rakyatmu Mr. Presiden!

“Jadi tuntutannya sah-sah saja, wong dia penuntut. Ini masalah karir di kasus elit nak,”  katanya.

Justru, si Puak mengapresiasi rasa empati yang ditunjukkan pak jaksa kepada Rahmat dan Rony. Menurutnya, jaksa mampu memahami bahwa perbuatan keduanya tidak disengaja.

Ia berpesan, sistem hukum Indonesia seperti ini wajib dipertahankan jika ingin mengaminkan ‘ramalan’ Prabowo tahun 2017 lalu – tahun yang sama dengan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.

Penulis: Shermes

Comment