Rumah Tradisional di Tengah Sawah

MEDIAEKSPRES.id – Fotonya bagus, jempretan Lucky “Kru Mediaekspres.id”. Dalam gambar, nampak pemandangan yang indah di tengah hamparan sawah, berdiri rumah dengan desain arsitektur tradisional ala suku Bugis yang memiliki filosofi dan nilai estetika — tentu juga rumah tradisional lain yang ada di Nusantara — dalam membangun kehidupan keluarga.

Dalam cerita orang tua, rumah tradisional Bugis, diidentikkan dengan manusia yang memiliki Rakkeang atau Ulu Bola (Kepala Rumah) yang berbentuk piramida, Ale Bola (Badan Rumah) dan Awa Bola (Kaki Rumah).

Kepala Rumah, adalah tempat para malaikat yang menghubungkan manusia dengan Sang Pencipta, Tengah Rumah tempat manusia, dan Bawah Rumah tempat ternak, atau tumbuhan yang menunjang kehidupan manusia. Ibarat manusia yang tak bisa lepas membagun hubungan dengan manusia sesama manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan.

Dalam makna lain rumah Bugis zaman dulu, memiliki simbol alam raya secara makro, dimana tersusun atas tiga tingkatan, yaitu, alam atas (Botting Langi), alam tengah (Lino), dan alam bawah (Uri Liu).

Alam atas atau Botting Langi, adalah tempat para dewa yang dipimpin oleh satu dewa tertinggi bernama Dewata Seuwae (Dewa yang Tunggal).

Alam tengah atau Lino adalah bumi yang dihuni oleh para wakil dewa yaitu manusia, untuk menjalin hubungan manusia dengan dewa yang Tunggal, serta mengatur jalannya atau menjaga keseimbangan di Lino (Bumi).

Alam bawah adalah tempat yang paling dalam yaitu berada di bawah air. Sifat cinta kasih yang saling membatu sesama yang membutuhkan. Dan masih banyak lagi makna filosofi rumah tradisional masyarakat Bugis yang memiliki makna yang dalam seperti Eppa Sulapa Bola (Empat Sisi Rumah).

Tentu filosofi yang ada adalah sebuah pengejawantahan dalam konsep berkehidupan — berharap tetap lestari hingga saat ini, menjadi sebuah gagasan lokal (kearifan lokal) di setiap daerah dalam bertindak, bersikap terhadap sesuatu.

Diatas rumah itu, lebih jauh ingin mengetahui desain arsitektur rumah ini, namun sang pemilik rumah pergi entah kemana, sebari menunggu — tuan rumah dan senja mulai tenggelam — manjakan mata dengan melihat ornamen corak rumah ini.

Sesekali memandang — sejauh mata memandang — hamparan padi nan luas, menari-nari beri warna, hijau dan kuning yang indah, serta angin sepoi sejuk dan kicau burung menyambut kedatangan kami. He..he.. bukan, menyambut keindahan alam semesta, padi dan burung berkicau, sorak riang memuji kepada Sang Pemilik Alam Semesta.

Ketika pagi, mentari bersinar di balik gunung Sandapan, terpaku merenung menghayal sawah seluas ini milikku. Wahh tentu senang he he…Tak ada lagi riuh desiran gemuruh knalpot ramai kota. Tak ada lagi sang anak menangis meminta suap nasi kepada ibunya, tak ada lagi sang ibu mengemis BLT dan Sembako.

Hayalan itupun sirna saat pemilik Rumah, Andi Abdul Malik memanggil, untuk menyantap menu berbuka puasa.

Kalukku, Kamis, 21 Mei 2020.

Penulis, Muh. Iksan Hidayah

Comment