Refleksi Ramadhan 1446 H

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

[Q.S al-Baqarah (2):183]

Menjelang memasuki bulan Ramadhan, saya ingin mengutip pesan indah dari seorang Sufi Darwish:

Puasa itu ada dua jenis: puasa lahir dan puasa batin.

Puasa lahir adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa yang disertai dengan niat. Puasa batin adalah menjaga hati dari segala penyakit dan cela, kemudian menjaga ruh dari segala ketergantungan duniawi, lalu menjaga rahasia batin dari segala pandangan selain Allah.

Dikatakan bahwa puasa para ahli ibadah, agar menjadi sempurna, syaratnya adalah menjaga lisan dari ghibah dan menjaga pandangan dari melihat sesuatu yang menimbulkan keraguan, sebagaimana disebutkan dalam hadis, “Siapa yang berpuasa, maka hendaklah ia juga menahan pendengarannya dan penglihatannya…”

Adapun puasa para Darwish adalah menjaga rahasia batin dari menyaksikan segala sesuatu selain-Nya.

Siapa saja yang menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, maka akhirnya adalah berbuka ketika malam tiba. Namun, barang siapa yang menahan diri dari selain Allah (segala sesuatu selain-Nya), maka akhirnya adalah ia menyaksikan hakikat-Nya.

Rasulullah saw bersabda, “Berpuasalah karena melihatnya (hilal), dan berbukalah karena melihatnya.”

Para ahli hakikat mengatakan bahwa kata ganti “melihatnya” dalam hadis ini kembali kepada Allah swt. Maka para ulama menafsirkan hadis ini secara lahiriah, bulan Ramadhan dimulai saat melihat hilal Ramadan dan selesai saat melihat hilal Syawal. Namun, bagi para kekasih Allah (khawāṣ), puasa mereka adalah untuk Allah, karena kesaksian mereka hanyalah kepada Allah, berbuka mereka bersama Allah, kembali mereka kepada Allah, dan yang mendominasi hati mereka adalah Allah. Mereka sepenuhnya telah lebur dalam kehadiran-Nya.

H. Makdoem Ibrahim, S. Th. I., MA ( Ketua Umum Lembaga Dakwah Darul As’ adiyah Kab. Mamuju )

Comment