MAMUJU, MEDIAEKSPRES.id – Pejabat (Pj) Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) Akmal Malik cukup piawai mereda kisruh. Baik itu masalah ketetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit, maupun desakan pencabutan izin operasional PT. DND Hidro Ecopower, yang pernah disuarakan oleh sejumlah aktivis yang lahir dari Kalumpang Raya.
Selasa, 14 Juni 2022 kemarin, berlangsung Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan melibatkan Asosiasi Petani Kelapa Sawit, Mahasiswa, Perusahaan, Eksekutif dan Legislatif.
Rapat yang berlangsung di perkantoran DPRD Sulbar, sempat diwarnai ketegangan antara pihak asosiasi dan perusahaan. Tak hanya itu, silang pendapat pun cukup intens, yang juga melibatkan anggota dewan dan mahasiswa.
Sementara disamping kursi ketua pimpinan dewan, Pj Gubernur terlihat rileks mendengar dialog, yang cukup menyita waktu agenda lain wakil rakyat.
Hal tersebut digambarkan oleh Ketua Apkasindo Mamuju, Bustan P, seperti pertunjukan, dan terus menerus berulang dari tahun ketahun. Dimana dalam keadaan tersebut pemerintah hanya bisa menonton.
Namun sebelum Bustan P, menyampaikan sebegitu banyak tuntutan. Lebih dulu politisi PDI Perjuangan, Rahayu mengambil alih untuk menjelaskan permasalahan yang sering kali memicu aksi demonstrasi mahasiswa dan asosiasi petani sawit.
Menurut Rahayu, inti permasalahan ada pada Permentan Nomor 1 Tahun 2018, yakni pasal 17 ayat 1. Dimana dijelaskan, setiap perusahaan perkebunan wajib menyampaikan dokumen harga dan jumlah penjualan CPO.
“Ini pak yang selalu menimbulkan keributan. Mohon maaf, biasanya perusahaan tidak mau menyampaikan invoice pak,” terang Rahayu.
Setelah itu, dilanjut Perwakilan Apkasindo Perjuangan, Bustan P dan pihak mahasiswa, serta perusahaan sawit.
Pihak perusahaan sawit, mewakili PT Astra Agro Lestari Area Celebes, berdalih pernah menunjukkan invoice lebih dari dua kali selama proses petepan harga TBS kelapa sawit. Alasannya karena kondisi penjualan yang fluktuaktif.
“Memang masalah invoice dan dokumen ini yang kadang-kadang salah manajemen kami. Tapi kalau tidak pernah, ya nggak lah pak. Kami jujur pernah dan lebih dua kali,” ungkapnya.
Dari sekian banyak pendapat atau argumentasi antara pihak. Tibalah Pj Gubernur, Akmal Malik menunjukkan kelihaiannya menghadapi kisruh yang disebabkan oleh masalah ketetapan harga TBS.
Sebelum masuk menanggapi inti permasalan, Akmal Malik mengaku menikmati diskusi yang berjalan.
“Ini menambah ilmu saya,” ujar Akmal Malik.
Sebelumnya, ia juga mengaku sudah mendapat masukan dari forkopimda terkait masalah kelapa sawit, yang dianggap salah satu masalah yang alot di Sulbar. Sehingga setelah mendengar dan melihat Permentan Nomor 1 Tahun 2018. Ia berkesimpulan pokok permasalahannya ada pada Permentan, yang memuat berbagai pasal tetapi tidak disertai penjelasan.
“Kalau bahasa di kampung saya pak, jika kita tersesat di ujung maka kita kembali ke pangkal. Pangkalnya dimana, disini,” kata Akmal Malik sambil menunjuk sebuah bundel.
Olehnya, ia berniat untuk mengundang pembuat aturan tersebut untuk menafsirkan setiap pasal yang termuat sejelas-jelasnya. Sehingga tidak ada multitafsir diantara pihak.
“Kami di Mendagri, saya juga dirjen pak. Dan ketika ada regulasi kami yang mungkin menimbulkan pro dan kontra, pasti mengundang semua pihak. Logikanya, mohon maaf sekali lagi, tanpa mendiskreditkan siapapun, saya harus pelajari dulu Permen ini,” terangnya.
Demikian solusi pertama yang ditawarkan oleh Pj Gubernur. Kemudian Solusi kedua, Akmal Malik mengajak semua pihak untuk bersama-sama ke Kementan meminta penjelasan setiap pasal.
Baca juga
“Cuman harus konsisten pak, ketika kita mendapatkan terjemahan secara jelas dari sini. Teman-teman perusahaan harus juga konsisten melaksanakan ini. Kalau tidak Permentan ini dirubah,” pungkas Akmal Malik.
Saran Pj Gubernur tersebut membuat suasana dialog, yang sebelumnya sempat rusuh beransur hening. Dan membuat semua pihak terpaksa mengikut alur yang ditawarkan oleh Akmal Malik. Hingga rapat ditutup oleh Ketua DPRD Sulbar, Siti Suraidah Suhardi.
Reporter: Irwan
Editor : Mediaekspres.id
Comment