Hari Tani dan Nasib Petani Sulbar

MAMUJU, MEDIAEKSPRES.id – Tanggal 24 September diperingati sebagai Hari Tani. Mahasiswa di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat mengisi momen tersebut dengan aksi unjuk rasa. Mereka mendesak pemerintah segera melaksanakan reforma agraria sejati sesuai UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960).

Massa yang menamakan diri Gerakan Pemuda dan Mahasiswa Peduli Petani Sulbar itu menggelar aksi di kantor gubernur, Kamis (24/9/2020).

Menurut koordinator aksi, Muh. Irfan, program agararia hingga saat ini belum menunjukkan keberhasilan dalam konteks merombak ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah di Indonesia. Kondisi tersebut memicu terjadinya konflik agraria, praktik penggusuran, diskriminasi hukum dan kriminalisasi terhadap petani.

“Lambatnya implementasi reforma agraria dan belum dijalankannya reforma agraria sejati di Indonesia berdampak pada konflik agraria, baik itu konflik lama maupun konflik yang baru muncul, praktik penggusuran, diskriminasi hukum dan kriminalisasi petani,” jelas Irfan.

Selain itu, lanjut Irfan, sikap pemerintah yang gagap dalam melaksanakan reforma agraria juga berimplikasi langsung terhadap kedaulatan pangan.

“Belum lagi Covid-19 yang saat ini terjadi membuat situasi semakin kompleks, FAO dalam laporannya menyebutkan bahwa selain krisis kesehatan pandemi ini juga membuat krisis pangan global,” sambungnya.

Padahal pihaknya menilai, secara garis besar program reforma agraria di masa pemerintahan Jokowi menargetkan distribusi tanah seluas 9 juta hektar melalui program Tanah Objek Reforma Agararia (Tora).

Langkah untuk mempercepat implementasi reforma agraria pun telah diambil, seperti Perpres nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan dan Perpres 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria.

Sayangnya, mahasiswa menganggap realisasi dari kedua peraturan tersebut belum sesuai harapan.

“UUPA 1960 seharusnya menjadi spirit dan dasar dalam upaya perombakan struktur agrarian Indonesia yang timpang dan sarat atas kepentingan golongan, akibat warisan kolonialisme pada masa lalu,” kata Irfan.

Bukan hanya itu, Irfan menambahkan, di tengah polemik reformasi agraria, petani juga diperhadapkan dengan ancaman RUU Cipta Kerja (Omnibus law). Pihaknya memprediksi RUU tersebut akan mengancam kedaulatan pangan dan reforma agararia di Indonesia.

Pasalnya, Omnibus law bertentangan dengan ketentuan UUPA 1960, seperti penambahan HGU hingga 90 tahun dan pembentukan bank tanah.

“Ini kemudian yang akan sampai ke Sulbar dan masyarakat kecil akan semakin terpinggirkan,” tegas Muh. Irfan.

Atas dasar itu, Gerakan Pemuda dan Mahasiswa Peduli Petani Sulbar menyerukan 10 poin tuntutan:

  1. Bentuk lembaga bora dan badan otoritas reforma agraria di Sulbar
  2. Tolak Omnibus law
  3. Perjelas MOU petani sawit
  4. Stop kriminalisasi dan intimidasi petani
  5. Selesaikan semua konflik agraria yang ada di Sulbar
  6. Berdayakan petani melalui UU No 7 Tahun 2016
  7. Tolak semua tambang yang ada di Sulbar
  8. Tolak perkebunan skala besar yang menguasai lahan
  9. Pendidikan murah
  10. Tinjau ulang semua peraturan yang tak sejalan dengan UUPA 1960.

Reporter: Shermes

Editor     : Mediaekspres.id

“Kita telah menjadi asing di tanah leluhur sendiri.”

W.S. Rendra

Comment