MAMUJU, MEDIAEKSPRES.id – Berbeda dengan tahun tahun sebelumnya. Biasanya May Day diperingati kaum buruh atau pekerja lewat aksi unjuk rasa di jalan atau penyampaian aspirasi yang bertitik pada gedung pemerintahan.
Namun May Day atau yang kita kenal sebagai peringatan Buruh Internasional kali ini terlihat berbeda. Hal itu juga di akui oleh Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) selaku salah satu konfederasi perserikatan buruh di Indonesia.
Sekretaris SBSI Sulbar, Ashari Rauf, mengatakan peringatan May Day tahun ini tidak di gelar lewat aksi unjuk rasa, khususnya di Sulbar karena mengingat hampir bertepatan dengan perayaan hari raya Idul Fitri 1443 H yang jatuh pada 2 Mei 2022. Kemudian juga menjadi kesepakatan atau intruksi konfederasi SBSI secara nasional.
Namun meskipun begitu, kata Ashari Rauf, SBSI tetap akan memperjuangkan hak hak buruh. Dan kemungkinan penyampaian aspirasi lewat unjuk rasa akan di undur pada 12 Mei mendatang atau Sepuluh hari setelah lebaran.
“Setelah lebaran ada rencana kita akan konsolidasi kembali. Karena lembaga lembaga perserikatan buruh yang lain berencana akan melakukan aksi unjuk rasa pada 12 Mei 2022 ini. Tetapi ini juga kita lihat perkembangannya, seperti apa respon secara nasional yang dilakukan oleh konfederasi SBSI. Nanti kita juga menunggu intruksi dari pusat, seperti apa langkah langkah dan upaya yang akan dilakukan di Sulbar,” ungkapnya.
Beberapa poin yang menjadi catatan konfederasi SBSI di momentum peringatan May Day 2022 ini, yakni hak warga memperoleh pekerjaan, hak buruh atau pekerja memperoleh gaji sesuai standar upah minimum, memperoleh jaminan sosial dan kesehatan. Atau memperoleh jaminan kesejahteraan dan penghidupan yang layak sesui amanat Undang Undang Dasar (UUD) 1945.
Selain itu, SBSI Sulbar berharap kepada dewan pengupahan untuk melakukan pemetaan beban pekerja secara objektif dengan analisis yang tajam. Sehingga kehidupan layak buruh dapat tercapai. Yang selanjutnya dirumuskan dan ditetapkan bersama pemerintah.
“Tentu dengan analisis yang tajam. Supaya upah yang mereka terima sesuai beban kerja yang dilakukan. Karena ada juga perusahaan, yang misalnya karyawannya lembur tetapi upah yang diterima masih di bawah standar,” ujar Ashari Rauf.
Kemudian, Undang-undang Ciptakerja yang memberikan peluang peluang Tenaga Kerja Asing (TKA). Sehingga akan berdampak terhadap kurangnya ruang tenaga kerja Indonesia, termasuk di Sulbar untuk memperoleh pekerjaan.
“Sejak awal SBSI memberikan penegasan yang tajam. Bahwa sesungguhnya Undang-undang Ciptakerja bisa dilihat di dua sisi. Ketika itu memberikan dampak terhadap kesejahteraan para buruh dan pekerja tentu SBSI Sulbar memberikan dukungan, tetapi dalam pemetaan lain kami melihat ada sisi kelemahan Undang-undang Ciptakerja ini,” terang Ashari.
Ashari juga menekankan kepada pemerintah untuk memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar Undang-undang ketenagakerjaan. Karena masih banyak perusahaan yang melanggar aturan yang ditetapkan. Seperti memberikan upah di bawah standar minimum.
Apalagi kata Ashari, mengingat harga kebutuhan pokok yang meningkat akan memberi dampak terhadap buruh atau pekerja. Terutama akan menjadi beban berat bagi pekerja yang digaji di bawah standar upah minimum.
“Nah, itu dia. Makanya, ini yang terus kami suarakan.
Kebutuhan pokok meningkat, sementara gajinya masih banyak yang di bawah standar,” tutupnya.
Reporter : Irwan
Editor : Mediaekspres.id
Comment