MAMUJU,MEDIAEKSPRES- Suka dan suka telah ia alami hidup bersama kedua orang tuanya dan saudarinya. Sejak kecil ia dilahirkan hingga dewasa dirumah dua lantai jalan Abdul Wahab Asasi Mamuju.
Kini ia telah dewasa dan kuliah di salah satu perguruan tinggi di Mamuju, iapun aktif berorganisasi intra maupun ekstra kampus.
Irwan Ade Saputra namanya, mediaekspres.id mewawancarai di depan rumahnya yang telah roboh itu.
Ade sapaan akrabnya menceritakan peristiwa 15 Januari lalu yang mencekam dialaminya.
Malam itu Ade bersama temannya Zainal. saat gempa terjadi, mereka berdua lagi santai di usaha kedai kopi, karena mereka juga khawatir akan banyak pencuri, maka saat itu, mereka berdua memilih untuk tinggal di kedai sekalian untuk jaga rumah dan kompleks sekitar.
“Sebelum gempa menjelang subuh itu sekitar pukul 02:20 pada saat itu hujan deras. saya berada di lantai dua berbaring. Mata sedikit Sayup, lalu adik junior saya yang kebetulan malam itu singgah karena hujan. Ia menelpon, katanya ingin pulang ke rumahnya dan saya disuruh untuk turun, sebab tidak ada yang jaga Kedai. Zainal sudah tidur, namun saya tidak hiraukan. Sebab sudah ngantuk. Lalu tak lama kemudian dia menelpon lagi, lalu saya angkat. Saya sapa, namun tak ada suara. kemudian saya matikan dan langsung turun untuk menutup kedai,” cerita dia kepada media ini.
Lanjut, Adepun langsung bergegas turun dari lantai dua menuju lantai satu, ia hendak duduk parung-parung (sebah anyaman yang terbuat dari bambu).
“Tiba-tiba langsung bumi bergoyang dengan Pelan-pelan, saya lalu berteriak masuk memanggil Zainal yang pada saat itu masi dalam kondisi tidur nyeyak,” cerita Ade
Tak lama kemudian lanjut Ade goncanganpun semakin kencang, ia hendak masuk lagi kedalam rumahnya untuk menari Zainal. Namun goyang rumah Ade tak mampu mengimbanginya. Ade tak mampu berdiri kaki dan sekujur tubuhnya gemetaran.
Lampupun tiba-tiba padam penglihatannya gelap, untung HP nya pada saat itu masi ia pegang.
“Saya langsung bergegas lari keluar menyentuh berpegagan pada tiang, sembari berteriak dengan penuh rasa khawatir kepada Zainal. Untungnya pada saat kejadian, bapak saya berada di Majene. Karena tidak ada penumpang menuju Mamuju dan kakak serta adik saya sudah mengungsi ke rumah om di BTN Passokkorang pada Gempa Siang,”
“Saya kira Zainal sudah tertimpa reruntuhan karena rumah saya roboh di jatuhi sarang walet tetangga. Namun Alhamdulillah ternyata Zainal tiba-tiba berada tidak jauh dari saya dan sedang duduk diam tanpa kata entah dari mana datangnya,” tuturnya
Oh ya Ade juga belum lama telah berduka karena ditinggal oleh ibunya. Ibunya wafat beberapa Minggu yang lalu sebelum gempa. Ia sangat terpukul atas kepergian mendiang ibunya. Perkejaan sehari-hari Ibunya itu menjual Jepa (makanan khas lokal Sulbar) sedangkan bapaknya bekerja sebagai supir angkutan umum.
Saat gempa hingga saat ini, Ade tinggal di teras rumah tetangganya tepat di depan rumahnya yang roboh ini. Ia membuat terpal bantuan dari relawan gempa, beserta makanan dan obat-obatan.
DTH Untuk Ade Tak Pernah Ada
Ade mulai bernafas lega karena mendapat kabar, ada bantuan Dana Tunggu Hunian (DTH) melalui Pemda Mamuju senilai 500 ribu per enam bulan bagi rumah yang rusak berat.
“Hingga saat ini saya tidak pernah dapat bantuan itu. Saya cukup gembira karena saya fikir ketika DTH disalurkan, dapat membantu meringankan kebutuhan kami dan mungkin bisa untuk menyewa kos-kosan untuk kami sementara tinggal, namun tidak pernah saya mendapatkan,” kisahnya.
Bantuan DTH tersebut nilainya diperuntuhkan bagi penyintas gempa kategori rumah rusak berat. Masing-masing mendapat Rp 500 ribu selama enam bulan. Untuk Kabupaten Mamuju sendiri mendapat alokasi dana sebanyak Rp 4.503.000.000. DTH tahap pertama sejumlah Rp 2 miliar sudah ada di dalam rekening BPBD Mamuju.
Kembali ke cerita Ade. Ia mengikhlaskannya meskipun ia tak dapat bantuan DTH itu.
Menanti Tim Assesmen
Namun ia kemudia mendapat kabar gembira lagi, dengan adanya bantuan stimulan bagi korban gempa, rinciannya, untuk rusak berat sebesar 50 juta rupiah, rusak sedang 25 juta, rusak ringan 10 juta.
Kabupaten Mamuju menerima sebesar Rp 209. 535.000.000, dengan total penerima 9.719 kepala keluarga (KK).
Untuk penerima kategori rusak berat sebanyak 1.501 unit Rp 75.050.000.000.
Kemudian kategori rusak sedang 3.487 unit Rp 87.175.000.000 dan rusak ringan 4,731 unit Rp 47.310.000.000. bantuan ini menuai polemik karena tidak sesuai, warga banyak yang komplain karena yang seharusnya mendapatkan bantuan kategori berat malah terdata ringan begitupun sebaliknya.
Karena warga banyak yang protes, Pemda Mamujupun bergerak cepat melakukan asesmen ulang hingga saat ini.
Irwan Ade Saputra yang tiap hari menunggu kedatang Asesmen, menanti harapan tak kunjung jua. Adepun mulai gelisah, ia tak putus harapan ia berusaha semaksimal mungkin.
“Sejak Asesmen di hari pertama diturunkan saya sudah menunggu di depan Reruntuhan Rumah, bahkan ada banyak team asesmen yang lalu lalang. Saya tahan dis karena saya mengira dia yang akan mengasesmen rumah saya, namun sampai malam tidak ada juga datang,” ujarnya
Ade seakan-akan di MHP bukan PHP (Menanti Harapan namun Palsu) begitu kira…kira. Tapi Ade orangnya tak patah semagat, ia tetap berjuang mempertanyakan. Karena datanya sudah masuk dalam daftar penerima bantuan.
“Besoknya saya menunggu lagi dan sempat mempertanyakan kepada teman yang kebetulan bergabung dalam team asesmen. untuk mempertannyakan siapa orang yang mengasesmen rumah saya yang berada di jalan Abd Wahab Azasi, keluarahan Rimuku.
Namun teman saya hanya mengambil kontak saya, lalu dia masukkan ke grub assesmen dan berkata tunggu mi nanti akan na telfon jaki itu kalo maumi datang tim assesmen. Namun sampai adzan magrib berkumandang tak kunjung ada panggilan yang masuk ke HP saya, apa lagi raut wajah sosok assesmen tersebut,” ujarnya
Lanjut Ade bercerita, iapun berinisiatif untuk mendatangi langsung pusat tim assesmen yang pada saat itu di tempatkan di Rumah jabatan Wakil bupati di jalan Ahmad Kirang.
Namun Adepun hanya di minta untuk memasukkan berkas, lagi-lagi dengan data yang sama yang pernah Ade masukkan yaitu (foto copy KTP Kepala keluarga, Foto Kotopy KK dan di suruh meninggalkan nomor HP yang bisa di hubungi) dalam map berwarna merah.
“Saya kemudian stan by menunggu kabar/panggilan dari team assesmen yang akan datang ke rumah, menunggu dan menunggu, beberapa hari sampai akhirnya saya datang kembali mempertanyakan, namun masih dengan jawaban yang sama.
Yang membuat saya resah adalah munculnya rilis berita di salah satu media yang memberitakan bahwa assesmen Rumah rusak telah selesai, BPBD mamuju segera lakukan uji Publik”, urai dia
Sudah 5 kali berkas kerusakan Rumah Ade dimasukkan di Pendopo, Namun Sampai hari ini team asesmen tak mendatangi rumahnya.
Nah semoga tim asesmen pejabat setempat membaca cerita Ade ini, agar dapat bergerak cepat, menngasessmen rumah Ade yang masuk dalam kategori berat itu.
Lanjut Ade kembali berjuang, masih menceritakan sembari memutar-mutar rokok sebatang detangannya.
“Kemudian saya mendatangi Kantor BPBD yang terletak di samping pertamina Trans Mamuju untuk mempertannyakan Kenapa sampai hari ini team assesmen belum datang kerumah.
Padahal rumah saya rusak berat, lalu saya di suruh ke perkim karena perkim yang mengelola data, lalu saya langsung bergesar ke kantor perkim namun ternyata saya datang di jam istirahat, saya kemudian menunggu sampai jam kedua masuk,”
“Sampai di sana saya mempertanyakan hal yang sama, namun saya di tanya “Apakah rumah Bapak Masuk di tahap pertama” Saya jawab ” Iya masuk di tahap pertama namun atas nama bapak saya karna dia kepala keluarga” jawab Ade kepada petugas Perkim.
“Lalu saya di mintai KTP bapak saya namun saya tidak bawa karna saya mengira berkas saya sudah 5 yang masuk. Kemudian dia bilang KK saja klo tidak bisa KTP nya bapak, karna di KK lebih lengkap.
Kemudian saya Perlihatkan Foto KK yang kebetulan ada di HP lalu di cari dan ternyata ada. Saya berikanla foto KK itu. Namun lagi-lagi mengecewakan jawaban yang sama kembali di keluarkan,” Kasi tinggal maki nomor HP ta nanti akan na telfon jaki itu team asesmen yang mengasesmen rumahta,” Tutup Ade
Reporter : Chandraqa
Editor : mediaekspres.id
“Musibah terbesar yang dialami manusia bukanlah tsunami atau longsor, tapi hilangnya rasa berjuang dan munculnya rasa ingin menyerah,” Mufti Ismail Menk
Comment