MAMUJU, MEDIAEKSPRES.id – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Perjuangan tagih pernyataan Pj Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) untuk menyelesaikan polemik harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit.
Demikian sebagaimana yang disampaikan Pj Gubernur Sulbar, Akmal Malik, pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulbar, Selasa, 14 Juni 2022 lalu.
Saat itu, Pj Gubernur mengatakan akan mengundang pihak Kementerian Pertanian (Kementan) atau berkunjung langsung ke Kantor Kementan dalam waktu dekat, guna meminta keterangan langsung terkait Permentan Tahun 2018 yang dianggap multitafsir dan sering kali menimbulkan perdebatan berbagai pihak, termasuk pihak asosiasi dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
Baca juga
Namun disayangkan, sampai pada 30 Juli 2022, Pj Gubernur Sulbar belum juga memenuhi hasil kesimpulan rapat saat itu.
“Sampai hari ini belum ada gerakan. Sehingga saya selaku Ketua DPD Apkasindo Perjuangan Mamuju, menyikapi ini bahwa tidak ada itikad baik dan kemanpuan bapak gubernur memperbaiki tata niaga kelapa sawit di Sulbar,” tegas Ketua DPD Apkasindo Perjuangan Mamuju, Bustan P.
Kepada Pj Gubernur Sulbar, disarankan untuk mengevaluasi atau mencopot sekalian Tim Penetapan Harga TBS perwakilan pemerintah yang tidak bisa bekerja dengan baik. Dan apabila masih tetap tidak bisa, maka Pj Gubernur diminta kembali ke Jakarta dan membuka kesempatan bagi orang lain, karena menurutnya masih banyak pemimpin yang lebih baik.
“Kalau tidak mampu memperbaiki tata niaga, tidak mampu memperbaiki Tim Penetapan perwakilan pemerintah, mungkin baiknya Pj Gubernur mengundurkan diri selaku gubernur Sulbar,” pungkas Bustan P.
Alasan Ketua Apkasindo Perjuangan Mamuju meminta Pj Gubernur Sulbar mengevaluasi Tim Penetapan Harga TBS perwakilan pemerintah, karena dianggap Tim Perwakilan sendiri tidak stabil. Sehingga otomatis tidak bisa diharap memperbaiki kondisi harga yang sedang tidak stablil saat ini.
Selain itu, ia juga menyinggung soal harga TBS bulan Juli yang ditetapkan sebesar 900 rupiah perkilogram. Menurut dia, itu adalah keputusan terburuk dan pihaknya lebih memilih walk out atau keluar dari keputusan rapat, karena dianggap tidak adil bagi petani.
Baca juga
“Pemerintah hari ini, seharusnya hadir sebagai wasit untuk menengahi persoalan ini. Tapi (hadir) hanya untuk menggugurkan kewajiban sebagai tim penetapan,” tutup Bustan P.
Reporter: Irwan
Editor : Mediaekspres.id
Comment