Dugaan Korupsi Dana APBD 2021, Penegak Hukum Diminta Periksa Oknum Anggota DPRD Majene

MAJENE,MEDIAEKSPRES.id – Oknum anggota DPRD Kabupaten Majene diduga menggunakan anggaran APBD tahun 2021 untuk membangun talud penyangga rumah pribadinya.

Hal tersebut dinilai melanggar aturan karena merugikan keuangan negara dan menguntungkan diri sendiri.

Ketua Jaringan Pemerhati Kebijakan Pemerintah Daerah (JAPKEPDA) Juniardi menyebut, pembangunan talud rumah pribadi oknum DPRD dianggarkan melalui dana aspirasi sebesar Rp170 juta pada tahun 2021.

Anggaran tersebut tertuang dalam program kerja Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Majene tahun lalu dengan nomenklatur Pembangunan talud di Lingkungan Galung  Utara, Kelurahan Galung yang dikerjakan oleh CV. Yuli Dewi Utari.

“Dana aspirasi itu harusnya untuk membiayai pembangunan fasilitas publik yang berasal dari usulan masyarakat melalui reses anggota DPRD di daerah pemilihan masing-masing,” kesal Jun, Minggu (10/4/2021).

Penggunaan dana aspirasi atau lebih tepatnya usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) merupakan amanat Undang-Undang 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3).

Dana aspirasi merupakan upaya untuk mendekatkan anggota DPRD dengan masyakarat. Namun harus sesuai dengan usulan atau program yang disampaikan oleh masyarakat di daerah pemilihan (Dapil) masing-masing anggota DPRD.

Juniardi menyebut penyelewengan dana aspirasi anggota DPRD merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sabagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

“Tindakan oknum anggota DPRD ini jelas melawan hukum, sebab melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri yang merugikan keuangan negara,” sebut jun.

Juniardi menyayangkan tindakan oknum Wakil Ketua DPRD Majene itu. Alasannya, penghasilan yang diperoleh melalui gaji dan sembilan jenis tunjangan lainnya mencapai Rp26 juta per bulan. Itu belum termasuk fee proyek dari program yang dibiayai melalui dana aspirasi yang mereka titip di sejumlah OPD.

Bahkan disinyalir, penggunaan dana APBD untuk kepentingan pribadi oknum dewan ini bukan yang pertama, namun diduga juga pernah melalui APBD perubahan di tahun yang sama.

“Kami minta BPK RI Perwakilan Sulbar melakukan audit khusus terhadap kegiatan itu. Kalau memang tidak sesuai prosedur ya jadikan temuan saja. Termasuk kepada aparat penegak hukum, khusuanya Kejaksaan Negeri Majene, sebab pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana,” bebernya.

Juniardi menjelaskan oknum dewan ini diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor  20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selanjutnya Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor  20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (TS)

Comment