MAMUJU, MEDIAEKSPRES.id – Penggunaan dana Penanganan covid-19 di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) menuai pertanyaan. Pasalnya penggunaan anggaran yang ditaksir berjumlah milliaran rupiah itu belum jelas.
Hal itu terlihat dari pelayanan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) — Rumah Sakit Karantina covid-19 Sulbar yang masih serba kekurangan dari segi sarana dan prasarana. Sehingga berdampak terhadap pembatasan pelayanan, seperti tidak menerima sementara pasien Covid-19 yang berkategori berat.
Selain masalah penutupan atau tidak menerima sementara pasien covid-19 lantaran keterbatasan regulator dan oksigen. Sempat juga mencuat masalah insentif tenaga kesehatan yang menunggak beberapa bulan.
Padahal melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK/07/2021, Pemerintah Daerah (Pemda) di minta menyediakan dukungan pendanaan untuk belanja kesehatan penanganan covid-19 dan belanja prioritas lainnya. Dukungan pendanaan tersebut bisa bersumber dari dana alokasi umum (DAU) atau dana bagi hasil (DBH) minimal delapan persen dari alokasi.
Dana sekitar 78 milliar dari hasil direfocusing DAU di tiap – tiap OPD itulah yang menimbulkan pertanyaan. Selain itu, juga dana Belanja Tidak Terduga (BTT).
“Dana delapan persen yang direfocusing dan BTT itu dikemanakan dan digunakan untuk belanja apa?”.
Direktur RSUD Regional, dr Indah Nursyamsi – pun berkeluh kesah soal pendistribusian dana covid-19. Pasalnya permohonan permintaan dana tak kunjung direalisasikan Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Keuangan Daerah (BPKPD). Bahkan permintaan dana yang diajukan sudah dilakukan review oleh inspektorat.
“Memang tidak ada uang-pi kita di kasih. Angggaran covid itu memang keuangan tidak kasih kita. Tidak jelas!,” terangnya.
Seingatnya, khusus di RSUD yang di refocusing sekitar 200 juta untuk penanganan covid-19. Namun arah penggunaan dana tersebut belum pernah disosialisasikan pihak BPKPD. Padahal menurutnya itu seharusnya sudah dilakukan.
Menurut dr Indah Nursyamsi, pasien covid-19 semakin bertambah dan rata-rata kategori berat serta membutuhkan oksigen untuk bantuan pernapasan akibat sesak.
Oleh sebab itu, karena keterbatasan sarana dan prasarana. Akibatnya kebijakan pembatasan penerimaan pasien covid-19 di RS Karantina diberlakukan.
Gubernur Sulbar turun tangan
Lewat telepon selulernya, gubernur Sulbar menyikapi belanja RS Karantina yang terutang.
“Tadi pagi saya di telepon gubernur. Artinya saya disuruh untuk memasukkan permintaanku untuk membayarkan semua yang terutang,” kata dr Indah Nursyamsi, Selasa (10/08/21).
Baca juga
Kemampuan Pengelolaan Anggaran Covid-19
Ketua Komisi II DPRD Sulbar, Sukri Umar menilai keseriusan Pemprov menangani masalah pemerintahan, termasuk penanganan covid-19 itu tidak ada. Demikian terlihat dari berbagai masalah, seperti transparansi pihak RS Karantina menolak pasien covid-19 serta masalah penanganan pasca bencana.
Terkait dana penanganan covid-19, menurut Sukri itu tersedia dari alokasi dana BTT — Di luar dana delapan persen yang direfocusing dari DAU. Hanya saja masalahnya, Pemprov tidak bisa mengelola atau memenets dengan baik.
“Ada uang, hanya saja mereka tidak mampu memenets. Sehingga tidak bisa memanfaatkan uang yang ada untuk mengambil tindakan penanganan covid-19 yang melonjak di Sulbar ini,” ungkapnya melalui via telepon.
Selain itu, gubernur juga dianggap tidak mampu memahami kondisi dan hampir dikatakan nol. Termasuk mengontrol dan memenets OPD. Bahkan gubernur dinilai tidak tahu banyak soal penanganan covid-19.
Seharusnya kata dia, gubernur berperan aktif menangani masalah penanganan covid-19. Baik itu melakukan pengarahan OPD yang bersangkutan untuk melakukan pembayaran permintaan belanja RSUD Sulbar.
“Ada bagian OPD yang tidak bisa di perintah? Tidak mungkin kan!. Masa keuangan tidak bisa dia perintah. Kalau misalnya pak Amujid bermasalah harus di ganti dan kalau sebaliknya dr Indah yang tidak mampu bekerja ya harus di ganti,” tegasnya.
Menyangkut masalah pemerintahan di bawah kendali gubernur Ali Baal Masdar dianggap sudah sangat sistematis namun tidak serius ditangani.
“Kami sudah memasukkan ini bagian dari hak DPR untuk memberikan keterangan. Termasuk juga penanganan pasca bencana. Karena gubernur urusannya sudah sangat sistematis tapi ini tidak serius ditangani. Dia menganggap persoalan ini se olah – olah tidak ada,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Keuangan Daerah (BPKPD), Drs Amujid lewat telepon genggamnya mengaku belum bisa memberikan keterangan lantaran dalam kondisi kesehatan yang kurang membaik.
Reporter : Irwan
Editor: Mediaekspres.id
Comment