Pupuk Langka, Petani Meradang

MAMUJU, MEDIAEKSPRES.id – Sejumlah petani di Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi.

“Sulit sekali dapatnya (pupuk). Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit dan mahal,” ungkap petani asal Desa Sisango, Kecamatan Papalang, Mamuju, Rosevel.

Ia mengatakan, setiap petani hanya mendapat jatah pupuk sebanyak tiga karung selama 3 bulan. Harganya pun melonjak hingga Rp 150 ribu per karung untuk pupuk jenis NPK Phonska.

Selain itu, Rosevel juga harus menyertakan surat rekomendasi dari kelompok tani jika ingin membeli pupuk subsidi.

“Saya tidak persoalkan yang rekomendasi ini, tapi sulitnya didapat pupuk ini bikin pusing, susah, mahal lagi,” keluhnya.

Menurut dia, jatah tiga karung pupuk untuk petani dirasa tidak cukup. “Paling tinggi hanya lahan 1/2 hektar,” sebutnya.

Wakil Bupati Mamuju, Ado Mas’ud mengaku mendapat keluhan serupa dari petani. Pihaknya pun akan membahas masalah tersebut dengan dinas pertanian.

Ado Mas’ud

Politikus PDI-P itu mengklaim, kelangkaan pupuk merupakan masalah umum yang dirasakan petani di Mamuju saat ini.

“Memang ada beberapa petani yang mengeluh kelangkaan pupuk, kami akan bahas ini dengan OPD terkait,” kata Ado, Selasa, 23 Maret 2021.

Sementara itu, Kepala Bidang Penyuluhan, Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (DTPHP) Provinsi Sulbar, Muliadi, menjelaskan, permintaan pupuk melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) tahun 2021, tidak sesuai alokasi yang dikirim pemerintah pusat.

Berdasarkan data RDKK 2021, permintaan Sulbar untuk jenis pupuk Urea sebanyak 64.803,441 ton, SP-36 sebanyak 13.362,936 ton, ZA 47.130,318 ton, NPK 97.754,066 ton, dan pupuk Organik sebanyak 149.903,234 ton.

Namun pemerintah pusat hanya mengalokasikan pupuk Urea sebanyak 35,391 ton atau hanya 54,61 persen dari permintaan, SP-36 sebanyak 1.759 ton atau 13,16 persen, ZA 6.134 ton atau 13,01 persen, NPK 17.880 ton atau 18,29 ton, NPK Formula Khusus 2.500 ton, dan pupuk Organik sebanyak 800 ton atau hanya 0,53 persen.

Adapun alokasi untuk setiap kabupaten di Sulbar:

No. KABUPATEN Urea SP-36 ZA NPK NPK Formula Khusus Organik
1. Mamuju 6.650 ton 200 ton 1.306 ton 3.800 ton 800 ton 110 ton
2. Majene 1.510 ton 172 ton 245 ton 630 ton 100 ton 60 ton
3. Polman 11.420 ton 410 ton 2.072 ton 5.400 ton 1.300 ton 280 ton
4. Mamasa 4.380 ton 120 ton 667 ton 1.560 ton 100 ton 100 ton
5. Pasangkayu 4.861 ton 483 ton 820 ton 2.990 ton 100 ton 120 ton
6. Mamuju Tengah 6.570 ton 410 ton 1.024 ton 3.500 ton 100 ton 130 ton
JUMLAH   35.391 ton 1.795 ton 6.134 ton 17.880 ton 2.500 ton 800 ton

 

“Jadi memang selama ini antara usulan dengan yang terealisasi itu tidak pernah 100 persen,” ungkap Muliadi.

Hal itu, katanya, disebabkan karena negara tidak mampu memenuhi kebutuhan subsidi pupuk.

Muliadi pun menambahkan, petani yang berhak mendapat pupuk bersubsidi harus terdaftar di aplikasi RDKK dan luas lahan tanam maksimal 2 hektar.

RDKK merupakan daftar permintaan yang diisi oleh kelompok tani bersama petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).

“Jadi RDKK ini diisi di Balai Penyuluhan Pertanian yang dikoordinir kabupaten, kemudian diverifikasi oleh pusat. Tapi itu tadi, memang negara tidak mampu dengan tingginya beban permintaan subsidi ini,” jelasnya.

Muliadi melanjutkan, pupuk subsidi untuk petani diproduksi oleh PT. Pupuk Indonesia, kemudian disalurkan ke pihak distributor, lalu diteruskan ke pengecer atau kios.

“Pengecer yang teruskan ke petani. Jadi pihak distributor dan pengecer ini dipilih langsung oleh PT. Pupuk Indonesia,” imbuhnya.

Sekadar diketahui, berdasarkan Permentan Nomor 49 Tahun 2020, pemerintah pusat telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi, yakni:

  • Urea seharga Rp 2.250 per kg atau Rp 112.500 per karung
  • ZA harga Rp 1.700 per kg atau 85.000 per karung
  • SP-36 harga Rp 2.400 per kg atau Rp 120.000 per karung
  • NPK Phonska harga Rp 2.300 per kg atau Rp 115 per karung
  • Petroganik harga Rp 800 per kg atau Rp 32.000 per karung

Muliadi menyebut harga tersebut berlaku di tingkat kios atau pengecer.

Reporter: Shermes

Editor     : Mediaekspres.id

“Petani miskin bukan disebabkan oleh hama, tetapi oleh tata niaga yang tidak adil.”

Pidi Baiq

Comment