Ketua DPRD Sulbar Merespon Baik Kebijakan Kemendikbud RI

MAMUJU, MEDIAEKSPRES.id – Pemerintah Melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) memunculkan wacana mengenai penghapusan Ujian Nasional (UN). Mendikbud Nadiem Makarim menyebut hal tersebut akan dilakukan usai tahun 2020.

Hal ini pun menuai berbagai tanggapan sejumlah pihak, salah satunya dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar).

Ketua DPRD Sulbar, Suraidah Suhardi merespon positif rencana Nadiem Makarim tersebut. Baginya, sekolah tanpa UN merupakan terobosan baru di dunia pendidikan Indonesia.

Suraidah mengatakan, mekanisme UN yang berlaku selama ini hanya memunculkan diskriminasi di kalangan siswa.

“Selama ini ada siswa yang rajin, pandai namun kebetulan saat UN tidak lulus. Kasihan kan siswanya kalau seperti itu,” ujar politisi Demokrat tersebut di Mamuju, belum lama ini.

Ia menilai, banyak siswa yang punya potensi namun kebetulan “apes” saat UN.

Respon sedikit berbeda justru disampaikan Sekretaris Komisi IV DPRD Sulbar, Obednego Depparinding. Menurutnya, pemerintah harus lebih mengkaji wacana penghapusan UN di sekolah.

“Kalau UN dihapus, terus yang jadi standar kelulusan siswa apa? Ini harus dikaji dengan baik dulu oleh pemerintah,” kata Obednego.

Olehnya, Mantan Bupati Mamasa itu meminta Kemendikbud  lebih mengintensifkan sosialisasi ke masyarakat, jika rencana tersebut benar direalisasikan tahun 2021 mendatang.

“Pemerintah harus sosialisasi ke masyarakat jika wacana ini betul-betul mau dilakukan. Beri penjelasan, jangan sampai masyarakat jadi bingung!” pungkasnya.

Untuk diketahui, Nadiem Makarim bakal menerapkan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter sebagai pengganti UN. Ujian itu akan digelar bukan di ujung jenjang sekolah seperti UN selama ini, melainkan di tengah jenjang.

“Yang tadinya di akhir jenjang, kita akan ubah itu di tengah jenjang,” kata Nadiem di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019) seperti dikutip dari laman detik.com.

Ujian itu akan dilakukan di tengah jenjang, misalnya saat kelas 4 SD dan bukan kelas 6 SD, kelas 8 SMP dan bukan kelas 9 SMP, juga kelas 11 SMA bukan kelas 12 SMA.

Alasannya, pertama, ujian di tengah jenjang memungkinkan pihak pendidik punya waktu untuk memperbaiki kualitas siswa sebelum lulus dalam suatu jenjang, entah itu lulus SD, lulus SMP, atau lulus SMA. Perbaikan berdasarkan hasil asesmen dan survei tak akan bisa dilakukan bila hasilnya baru diketahui di akhir jenjang pendidikan. (Adv)

Comment