Mabes Polri dan Dirjen Gakkum “Berebut” Kasus Dugaan Penyerebotan Kawasan Hutan Lindung di Lariang

Mamuju,- Mabes Polri tetiba menangani kasus dugaan Penyerobotan Kawasan Hutan lindung (HL) yang ada di desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu. Yang sebelumnya kasus tersebut ditangani oleh Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi.

Mabes Polri melalui Bareskrim akan melakukan Gelar Perkara akan dilaksanakan di Jakarta pada Selasa, 1 Oktober 2024, pada kasus dugaan penyerobotan kawasan Hutan Lindung (HL) itu.

Hal tersebut mendapat tanggapan dari Aliansi Pemantau Kinerja Aparatur Negara (APKAN) DPW Sulbar, ia mempertanyakan tindakan Mabes Polri itu yang tetiba menangani kasus iltersebut.

Menurutnya, yang layak memeriksa kasus HL di Pasangkayu adalah Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Wilayah Sulawesi. Sebab yang mengetahui persis kondisi dilapangan terkait persoalan dugaan penyerobotan HL di Pasangkayu itu, adalah Gakkum bukan Mabes Polri.

“Jadi yang layak memeriksa semua yang diduga terlibat dalam persoalan penyerobotan HL ini adalah Gakkum Sulbar, karena dia yang tahu persis kondisi dilapangan bukan Mabes Polri,” ujar sekretaris APKAN RI DPW Sulbar, Bahtiar Salam saat di wawancarai via telepon pada, Senin, 30 Oktober 2024.

 

Baca Juga : Diduga CV. Wahab Tola tak Miliki IOP, APKAN RI Pertanyakan Kinerja Polres Pasangkayu

 

Lanjut Bahtiar mengatkan, seharusnya Mabes Polri hanya melakukan pengawasan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang melakukan penyidikan dilapangan, bukan malah melakukan Gelar Perkara yang berpotensi mengambil alih kasus penyerobotan HL ini.

“Harusnya Mabes Polri hanya melakukan pemantauan kepada PPNS,” ujarnya

Selain itu, Bahtiar juga menyayangkan proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Balai Gakkum Wilayah Sulawesi kepada Mr. Kwon dan Wahab Tola karena berjalan sangat lambat, padahal kasus ini, dinilai sangat sederhana dan tidak rumit.

Menurutnya, Kalau pihak yang terdug tersebut, tidak hadir dalam pemeriksaan, seharusnya dijemput paksa karena kasus tersebut sudah tahap penyidikan bukan penyelidikan.

“Kalau sudah tiga kali dipanggil tidak hadir, harusnya dijemput paksa. Kok negara bisa caos hanya karena dua orang pengusaha ini. Inikan wibawa negara sudah tidak ada kalau begitu. Masa negara tidak bisa menangkap dua orang pengusaha itu. Inikan jadi tertawaan bagi kita dilembaga dan masyarakat sipil umumnya. Ada apa, ini kasuskan bukan kasus rumit,” tambah Bahtiar.

Oleh sebab itu, Bahtiar berharap agar semua Aparat Penegak Hukum (APH) yang terlibat dalam pemeriksaan kasus dugaan penyerobotan HL ini, termasuk Gakkum harus profesional dalam melaksanakan tugasnya. Betul-betul tegas dan menangkap orang yang seharusnya bertanggung jawab bukan orang yang dikambing hitamkan seperti Mr. You.

Bahtiar menambahkan, yang diduga melakukan kontrak sewa lahan yang menyerobot kawasan HL adalah Wahab Tola dan Mr. Kwon. Tapi kenapa yang ditahan hanya Mr. You yang statusnya hanya sebagai pekerja atau pengawas lapangan.

“Sesuai data yang kita dapat dilapangan, yang terlibat langsung dalam kontrak sewa lahan inikan Mr. Kwon dan Wahab Tola, bukan Mr. You. Maka seharusnya Mr. You dilepaskan dan Mr. Kwon dan Wahab yang ditangkap dan dijadikan tersangka,” pungkas Bahtiar.

Sebelumnya, dilansir dari referensimedia.com Direktur CV. Wahab Tola, Wahab mengakui bahwa proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dirinya pada kasus tambang pasir yang diduga stok filenya menyerobot kawasan Hutan Lindung (HL) di Desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu, Provinsi Sulbar dialihkan ke Mabes Polri.

“Saya sekarang BAP nya di alihkan ke Mabes Polri pak,” ujar Wahab saat kepada referensimedia.comcpada Minggu, 29 September 2024, malam.

Pengacara Wahab, Kandua Sibuan juga membenarkan, kasus dugaan penyerobotan kawasan HL di Pasangkayu akan Gelar Perkara di Bareskrim Polri, Selasa, 1 Oktober 2024.

“Agendanya besok kok, kita sudah dipanggil oleh Bareskrim untuk gelar perkara besok. Mungkin Gakkum (Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, red) juga sudah dipanggil kok,” ujarnya.

Sebelumnya, Operasi Gabungan Pengamanan Hutan Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi berhasil menangkap YKY (72) WNA Korea Selatan sebagai pelaku sekaligus pemodal penambangan pasir tanpa izin di kawasan Hutan Lindung (HL) Desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu, Provinsi Sulawesi Barat.

Barang bukti yang disita meliputi empat unit alat berat ekskavator, tiga unit dump truck pengangkut pasir, dan satu unit wheel loader.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, menegaskan bahwa penindakan terhadap tambang ilegal ini dilakukan untuk menghentikan perusakan Kawasan Hutan Lindung, Ekosistem Mangrove, serta Daerah Aliran Sungai.

Kawasan Hutan Lindung, Ekosistem Mangrove serta Daerah Aliran Sungai sangat penting untuk mencegah erosi dan abrasi, habitat berbagai satwa, nursery grown bagi udang, kepiting, dan ikan, dan serta mengendalikan pencemaran dari daratan yang masuk ke perairan.

Kegiatan tambang ilegal untuk mendapatkan keuntungan dengan merusak lingkungan, merugikan negara, dan mengancam kehidupan masyarakat yang dilakukan oleh Tersangka YKY merupakan kejahatan serius.

“Perlindungan ekosistem mangrove merupakan program prioritas dan komitmen pemerintah. Untuk itu, Tersangka YKY harus dihukum maksimal agar ada keadilan, dan ada efek jera, serta menjadi pembelajaran,” ujarnya dalam keterangan persnya di Kantor Kehutanan Provinsi Sulbar, 5 September 2024.

YKY telah ditetapkan sebagai tersangka ditahan di Rutan Polda Sulawesi Barat. Tersangka dijerat dengan Pasal 78 ayat (3) Jo Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Pasal 36 Angka 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman paling lama 10 (sepuluh) tahun penjara dan pidana denda paling banyak 7.500.000.000 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah). (*)

Penulis : Muhammad Iksan 

Comment