Diduga Korupsi Dana Desa Rp480 Juta, Anggota DPRD Majene Terpilih Dilaporkan ke Kejaksaan

MAJENE – Salah satu Anggota DPRD Majene terpilih periode 2024-2029, berinisial S dilaporkan atas dugaan korupsi dana desa ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Majene, Rabu 3 Juli 2024.

Laporan tersebut dibuat oleh salah satu warga Desa Paminggalan, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.

Pelapor yang enggan disebutkan namanya, menyebut Terlapor berinisial S diduga telah menyelewengkan dana Desa Paminggalan senilai Rp480 juta saat masih menjadi Kepala Desa Paminggalan periode 2017-2023.

“Jadi terdapat dua program yang Terlapor anggarkan melalui APBDes tahun 2023, dananya dicairkan tapi program tidak dilaksanakan di lapangan alias fiktif,” sebut Pelapor kepada sejumlah wartawan, Rabu 3 Juli 2024.

Terlapor diduga melakukan korupsi saat masih menjadi kepala Desa Paminggalan periode 2017-2023, khususnya pada item kegiatan yang dianggarkan dalam APBDes tahun anggaran 2023, yakni program Rehabilitasi Jembatan Milik Desa degan anggaran senilai Rp356.784.300,00 dan Pembersihan Jalan Poros Desa Paminggalan ke Limbua senilai Rp123.215.700,00, sehingga total dana kegiatan yang diduga fiktif pada APBDes 2023 senilai Rp480.000.000,00.

 

Baca Juga : Pemdes Lumu Diduga Korupsi

 

Seharusnya, kata Pelapor, pencairan anggaran dua program tersebut disesuaikan dengan progres pekerjaan yang dilaksanakan sendiri oleh Terlapor (S), namun dana kegiatan tersebut sudah cair 100 % tanpa disertai kegiatan di lapangan alias fiktif.

Apalagi, Terlapor sudah dua kali membuat dan menandatangani surat pernyataan kesediaan untuk menyelesaikan dua jenis pekerjaan tersebut, yakni pada tanggal 20 Maret 2024 di hadapan PD P3MD Kecamatan Sendana dan pada Rabu tanggal 26 Juni 2024, bertempat di ruang kerja Camat Sendana.

Kala itu, Terlapor juga membuat dan menendatangani surat pernyataan kesediaan menyelesaikan pekerjaan tersebut, namun hingga saat ini tidak ada upaya pelaksanaan program di lapangan.

Tindakan Terlapor dinilai bertentangan dengan peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Selain itu, perbuatan Terlapor juga diduga bertentangan dengan Pasal 7 huruf a Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, yang menyatakan bahwa semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika, diantaranya, melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa.

Terlapor juga diduga mengabaikan Pasal 78 ayat (3) huruf a dan d Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 yang menyatakan bahwa perbuatan atau tindakan penyedia yang dikenakan sanksi adalah, antara lain: (a) tidak melaksanakan kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan, (b) melakukan kesalahan dalam perhitungan jumlah/volume hasil pekerjaan berdasarkan hasil audit.

Perbuatan Terlapor diduga bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terlapor juga diduga mengabaikan amanat Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PP 8/2016).

Terlapor masuk dalam salah satu dari 25 Anggota DPRD Majene periode 2024-2029 terpilih yang ditetapkan KPU Majene, hasil Pemilu serentak 2024.

Bahkan Terlapor menjadi peraih suara tertinggi di internal Partai Demokrat Dapil 3 Majene.

Comment