MAMUJU, – Nampak dari jauh Gedung proyek Bangunan Bungker Linac + Brachteraphy (Komplek) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) di JL. RE Martadinata, Mamuju, Sulbar.
Memasuki kawasan RSUD Sulbar, tepat diarea Parkiran kendaraan, sebuah Bangunan yang bertuliskan ‘Radioterapi’ satu lantai. Tampak samping kanan bangunan, terdapat toilet yang ditumbuhi rerumputan, petanda bangunan ini belum difungsikan.
Disamping kiri bangunan, beberapa rumah warga. Sedangkan di depannya, gedung tinggi RSUD Sulbar. Bunker Linac Radioteraphy ini, berdiri diarea lahan parkir RSUD Sulbar.
Seorang Sikurity stanbay menjaga Bunker Linac yang berpintu kaca itu, tergembok rante di kedua gagang pintu kaca bangunan Bunker Linac RSUD Sulbar.
Di depan pintu masuknya, masih terdapat puing-pung plafon yang ambruk terjadi pada malam hari sekitar pukul 22.00, 6 Juli 2024.
Masyarakat tidak boleh masuk– termasuk wartawan untuk mengambil gambar–kecuali mendapat izin dari direktur RSUD Sulbar. “Harus lapor pak. Dapat izin dari direktur,” ujar Sikurity pada, Senin, 8 Juli 2024.
Proyek APBN tahun 2023 yang menelan anggaran kurang dari 100 Milyar itu, sudah komplek termasuk peralatan kesehatannya. Seperti peralatan kanker, jantung, simulator dan lain-lain. Sedangkan Bunkernya, menelan anggaran 19,4 Milyar lebih–sesuai dokumen kontrak. Nilai HPSnya yang termuat di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Provinsi Sulbar, Rp.20,9 Milyar.
Tentu anggaran yang fantastis itu, sedang dalam sorotan publik, termasuk Aparat Penegak Hukum (APH).
Baca Juga : Belum Difungsikan, Bunker Linac 20,9 Milyar di RSUD Sulbar Ambruk
Tak Miliki Izin Amdal dan Bapeten
Kuat dugaan proyek pembagunan Bungker Linac + Brachteraphy itu dipaksakan untuk diadakan. Karena diduga belum mengantongi izin, Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dari pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Dan izin dari Badan Pengawasan Tenaga Nuklir (BAPETEN).
Padahal, itu sebuah keharusan sebagai acuan dan standar keselamatan lingkungan hidup, sebelum melakukan pembagunan, sebab area Bunker Linac Radioteraphy itu berjarak terhitung meter dari pemukiman warga.
Selain itu, pengobatan sekelas Linac + Brachteraphy, sebuah teknologi pengobatan dan perawatan yang menggunakan radiasi internal dan ekseternal, untuk pengobatan kanker dengan menempatkan sumber radiasi.
“Pembangunan ini juga diketahui belum melakukan uji feasibility study, yang dimana merupakan suatu rangkaian untuk mendapatkan izin lingkungan hidup,” ujar ketua GMNI Mamuju, Adam di mecora.id
Adam mengatakan, sempat melakukan penelusuran hingga ke DLHD Sulawesi Barat untuk melakukan konfirmasi perihal izin AMDAL dan ternyata pembangunan Bunker itu, lebih awal dilakukan dan memang pengajuan dilakukan belakangan.
“Ini jelas perbuatan melawan hukum sesuai Peraturan pemerintah No 22 tahun 2021 tentang lingkungan hidup dan tidak adanya sosialisasi ke masyarakat terkait Uji Feasibility Study,” ujarnya
Baca Juga : Plafon Bunker RS Regional Ambruk, Direktur: Sudah Pembenahan Karena Masih Tahap Pemeliharaan
Sekretaris RSUD Sulbar yang juga jadi pejabat penata keuangan (PPK), Musdalifah mengatakan, pihaknya baru akan mengurus perizinan ke Bapeten setelah persiapan penggunaan bunker Radioterapi itu akan digunakan.
“Bangunan dulu nanti setelah ada alat, terpasang baru di tes oleh (Bapeten.red). Apakah memenuhi syarat. Tidak ada kebocoran baru dikeluarkan. Agak panjang juga tahapannya baru izin Bapeten di keluarkan,” ujar Musdalifa di ruang kerjanya di RSUD Sulbar. (8/72024).
Lanjut Musdalifah mengatakan, Pembagunan Bunker itu sudah ada rancangan sebelumnya. Setelah bangunan berdiri dan peralatan sudah terpasang baru dilakukan uji coba.
“Kalau tidak salah ya, apakah sementara pembangunan proses izin Bapeten juga sementara berjalan. Intinya Bapeten juga pantau, nanti layak baru dikeluarkan izinnya,” ujarnya.
Sementara izin Analisis Dampak Lingkungan dari DLH, iya mengaku telah memilikinya. Namun hingga ulasan ini dibuat, Sekretaris RSUD Sulbar itu belum bisa membuktikan izin AMDAL dari DLH Sulbar.
Baca Juga : Diduga Anggaran Pembangunan RSUD Mejene Diselewengkan, LSM Gertak Demo Kejati Sulbar
Kualitas Mutu Bangunan Dipertanyakan
Dari segi mutu kualitas bangunan, tentu perlu dipertanyakan Peraturan dan syarat syarat pelaksanaan suatu pekerjaan bangunan atau proyek (Bestek). Dikarenakan bangunannya belum diresmikan, Plafonnya sudah ambruk.
Meski Direktur RSUD Sulbar, dr. Marintani Erna Dochri menanggapi bunker linac yang mengalami kerusakan itu, masih dalam tahap pemeliharaan. Ia bahkan sudah menyampaikan ke kontraktor yang menangani.
“Sudah dilakukan pembenahan dari kemarin oleh pihak pelaksana. Karena memang masih dalam tahap pemeliharaan,” kata dr Erna selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada Senin 8 Juli 2024.
Proyek Bunker Linac Radioteraphy ini, telah pindah rekanan sebanyak enam kali. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sulbar menemukan indikasi melawan hukum. Hal itu disampaikan Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejati Sulbar, Kuamedi.
Ia mengatakan, hasil pendampingan hukum yang dilakukan, ditemukan perpindahan rekanan sebanyak enam kali.
Iapun mengundang pihak panitia, rekanan, PPK, dan pengawas. Namun pihak rekanan saling lempar batu.
“Mereka bilang bukan saya pak, si B, jadi si B lagi bilang si C. Ada sekitar enam yang kita panggil. Disitu ada indikasi perbuatan melawan Hukum,” kata Kumaedi pada wartawan di Kantor Kejati Sulbar, Mamuju, Senin, (08/7/2024).
Masih Asdatun menjelaskan, telah mengundang berkali-kali pihak rekanan namun tidak pernah diindahkan. Padahal pihaknya memperingkatkan agar pengerjaan itu dapat dikerjakan secara serius. Karena akan jadi penyimpangan radiasi.
Bunker itu nantinya bakal menjadi pusat Radioterapi Sulbar yang akan menyimpan radiasi. Sehingga jika tidak dikerjakan dengan baik, maka akan membahayakan lingkungan sekitar.
Dari hasil penulusuran Kontraktor Pelaksananya atau Perusahaan pemenang tender Pembangunan Bangunan Bunker Linac Radioteraphy+(Komplek) itu adalah PT. Sultana Anugrah yang beralamatkan di Makassar, Sulawesi Selatan.
PT. Sultana Anugrah pernah mengerjakan proyek pembangunan Rumah Sakit (RS) Batua Makassar namun mangkrak. Direkturnya Pun diseret dalam dugaan kasus korupsi berjamaah Proyek pembangunan rumah sakit tipe C, yang terletak di Jalan Abdulah Daeng Sirua yang dianggarkan melalui APBD sebesar Rp.22 miliar, dan dimulai dikerjakan pada tahun 2019.
Dilansir dari liputan6.com Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) memberikan tuntutan beragam untuk 13 orang terdakwa dalam perkara dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua (RS Batua) Makassar, Kamis 2 Juni 2022.
Dua diantaranya yaitu, Muhammad Kadafi Marikar selaku Direktur PT Sultana Anugrah dan Andi Ilham Hatta Sulolipu selaku Kuasa Direksi PT Sultana Anugrah. Di mana keduanya merupakan rekanan dalam pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan RS Batua.
Ia dituntut tinggi oleh JPU dengan tuntutan 10 tahun penjara dan diberikan kewajiban membayar denda sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan. (*)
Penulis : Muhammad Iksan
Editor : mediaekspres.id
Tonton Video :
Comment