MAMUJU,MEDIAEKPRES.id – Aktiftas Pertambangan Batu Bara di Kec. Bonehau mendapat sorotan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Merdeka Manakarra.
Perusahaan tambang Batu Bara BPC (Bonehau Prima Cold) yang sudah setahun beroperasi itu. Tidak dapat memperlihatkan dokumen izin pertambangan yang telah dimiliki.
“Ada apa, bukti dokumen tidak diperlihatkan ke public dan jika hanya omongan dari pihak perusahaan, bahwa perizinan lengkap tanpa didasari bukti yang kuat, apakah bisa di jadikan acuan,” ujar ketua LSM Merdeka Manakarra saat audience dengan Pihak BPC dan di fasilitasi oleh kepala dinas ESDM di kantor Gubernur Sulbar, Mamuju, (8/01/2024).
Baca :
Pihak BPC Bantah Upah Pekerja Tak Layak
Andika dalam pernyataannya meminta Pj. Gubernur Sulawesi Barat, agar melakukan monitoring dan melihat seluruh dokumen yang dimiliki oleh perusahaan eksploitasi tambang batu-bara di Kec. Bonehau.
“Dan apakah ada pemasukam ke daerah dari hasil penjualan batubara oleh pihak perusahaan,” ujarnya
Andika menyayangkan, bukti dokumen Eksportir baru bara (ET- Batubara) dari menteri ESDM tidak diperlihatkan oleh pihak PT. BPC. Hal tersebut sangat bertentangan dengan asas keterbukaan informasi public.
Bukti yang dimaksud Andika tersebut berupa, dokumen amdal, IUP, dan PPK2B itu tidak dihadirkan oleh pihak PT. BPC , serta ijin penjualan tidak di perlihatkan ke public.
“Kami sayangkan pihak PBC tidak mau terbuka. Hal demikian menimbulkan dugaan kami, kesan tertutupnya pihak perusahaan ke public,” keluhnya
Dalam uraian yang dirilis Andika menjelaskan, pemerintah Indonesia resmi melarang seluruh perusahaan pertambangan batu bara untuk mengekspor batu bara selama satu bulan, mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2022.
Ekspor keran terbuka jika memiliki DMO (domestik marketing obligation) di tahun 2021 dengan persentase 100%. Jika tidak memenuhi standar itu maka di larang untuk eksportir.
Namun pihak PT. Bonehau Prima Coal (BPC) melakukan eksportir ke negara Thailand tanpa memenuhi DMO 100%.
Pada aturan tersebutpun menjelaskan, dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 13.K/HK.021/MEM.B/2021 dikenakan sanksi administrasi berupa :
a. Pengehentian sementara seluruh kegiatan operasi produksi atau pernyataan kelalaian dalam jangka waktu paling lama 60 hari kalender dan
b. Pencabutan izin usaha pertambangan, izin usaha pertambangan khusus, izin usaha pertambangan khusus sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian, atau pengakhiran PKP2B.
Penulis : Iksan
Editor : mediaekspres.id
Comment