MAMUJU, MEDIAEKSPRES.id – ‘Nelayan di Landa Kecemasan’ sebab area laut Tapalang Barat dan Simboro, mulai dari Tanjung Rangas hingga sampai ke Tanjung Ngalo, itu tempatnya para nelayan pesisir menangkap ikan (Pappuka Tuing-tuing, Paccumi, Pallayur, Parroppo).
Pappukka Tuing-tuing biasanya memulai aktivitas dari jam 5 subuh sampai sore. Iya membentangkan pukaknya di laut, mulai dari Tanjung Rangas mengikuti arus laut hingga sampai di Tanjung Ngalo, bila belum sampai malam dan hasil tangkapan masih kurang biasanya iya kembali lagi ke tempat awal di Tanjung Rangas.
Begitu juga dengan Paccumi dan Pallayur. Tapi jenis nelayan ini iya mulai beraktivitas menjelang Magrib ‘biasanya sholat Magrib di kapal’.
Beda dengan Paroppo, berangkatnya ke tempat tujuan dari jam 3 Subuh hingga sampai waktu petang, iya menunggu tenggelamnya matahari, lalu pulang biasanya tiba di darat sampai jam 9 ke atas.
Jika nanti pelabuhan perusahaan di Dua desa yang ada di Tapalang Barat (Desa Labuang Rano dan Desa Lebani) pada saat kapal perusahaan ini beroperasi maka aktivitas nelayan tersebut akan terganggu.
Kapal-kapal perusahaan yang ukurannya besar, pasti lajunya tidak mudah belok-belok. Dan pada saat yang bersamaan, saat para nelayan tersebut sedang memanen ikan dengan alat tangkapannya masing-masing, jika tidak segera berpindah tempat maka iya akan tertabrak oleh kapal perusahaan. Dan apabila kapal nelayan berpindah maka ikan yang ada di bawahnya, itu sudah berpindah. Sedangkan ketika nemilih untuk pindah-pindah tempat, hasil tangkapan berkurang dan biaya bahan bakar bertambah.
Dari turun temurun budaya nenek moyang, masyarakat dari gunung sesering kali turun kepesisir pantai dengan membawa hasil panen kebun dan menunggui datangnya para nelayan yang kemudian hasil panen itu di tukar dengan ikan. Tapi sekarang sudah mulai berbeda biasanya masyarakat yang dari gunung langsung beli dengan uang tunai.
Hingga dari nenek moyang laut Tapalang Barat itu di wariskan sebagai tempat mata pencaharian para nelayan pesisir pantai, bahkan Indonesia pun belum merdeka masyarakat menggantungkan nasib hidupnya di laut Tapalang Barat itu sebagai nelayan hingga sampai sekarang.
Tentu melihat ini, sebagai penulis dan juga sebagai putra daerah asli, maka wajib untuk mempertahankan kultur dimana asal saya berada.
“Jadi sayang sekali kalau kemudian para nelayan di pesisir pantai tapalang barat ini kehilangan pekerjaan hanya karena kepentingan perusahaan”.
Menurut penulis, bukan cuma nelayan yang ada di Tapalang Barat saja yang akan dirugikan. Akan tetapi para nelayan dari wilayah Majene dan Polewali Manda yang sering datang menangkap ikan akan dirugikan.
Tak hanya itu, selain berdampak kepada nelayan pesisir, akan berdampak pula kepada masyarakat pegunungan area Tapalang Barat. Karena masyarakat pegunungan akan kekurangan pilihan ketika datang berkunjung membeli ikan. Sebab hasil tangkap nelayan sudah berkurang.
Baca juga
Penulis: Kardi, Pemuda Nelayan Dusun Koroma, Desa Labuang Rano, Kec. Tapalang Barat.
Editor : Mediaekspres.id
Comment