Penulis: Muhammad Iksan Hidayah (Wakil Ketua PW. LAKPESDAM NU SULBAR)
Seorang ibu rumah tangga, Murni namanya, hanyut terseret banjir Bersama lumpur. Ia terselamatkan berkat do’a dan munajatnya kepada Waliullah tanah Mandar KH. Muhammad Tahir atau sebutan familiar Imam Lapeo. Rumah rusak di terjang banjir bandang. Lumpur setinggi dada orang dewasa mengenangi rumahnya. Ia mengungsi bersama warga lain di dataran tinggi dan datar.
Panggilan via Whatsaap berdering. “Jam berapa kita ke Kalukku dek?” tanya ketua DPW BKPRMI Sulbar, Suardi Cammana kepada saya.
“Jam 09.00 kak, saya menuggu di depan gerbang Kampus Tomakaka, Kak.”
Innova silver tiba di depan Kampus Tomakaka, Suardi Cammana tak sendiri, ia bersama Sabri—Cilla sapaan akrabnya—dan Sahrul. Saya duduk di kursi tengah. Di belakang, nampak puluhan paket sembako memenuhi bak mobil yang bertuliskan, BKPRMI PEDULI, DPW BPKPRMI SULBAR BENCANA BANJIR BANDANG DI MAMUJU. Diperjalanan menuju lokasi bencana banjir bandang, kami saling menyapa, sesekali canda dan tawa terbesit. Namun kami terdiam ketika Suardi Cammana bercerita tentang kisah pilu para korban banjir Bandang di Kalukku.
Tiba di kecamatan Kalukku, tepatnya di Sampoang pada Rabu, 19 Oktober 2022, kereta besi kami berhenti, tepat di rumah sahabat kami, Sukriadi Amil. Kebetulan ia berada di rumahnya. Selama ini, Sukriadi Amil bekerja di Jakarta. Ia salah satu ajudan Prabowo Subianto ketua DPP Partai Gerindra sekaligus menjabat Mentri Pertahanan Negara.
Terlihat Sukri sapaan akrabnya mengepel lantai,, disebabkan rumahnya tergenang lumpur dan sampah kiriman banjir bandang pada hari Selasa, 11 Oktober 2022.
Sudah delapan hari berlalu peristiwa banjir bandang itu. Dipinggir sepanjang jalan terutama di lorong-lorong rumah warga, batang kayu dan sampah masih bertumpuk. Sungai Sampoang tak indah lagi, air yang mengalir hijau jernih, berubah menjadi lautan sampah, batang dan ranting kayu. Itu menandakan pemeritah kurang respon terhadap pemulihan bencana banjir. Seharusnya armada Dinas Pekerjaan Umum—pemerintah provinsi Sulbar dan Mamuju—berupa mobil truck dan Eskapator masih stanabay dan beroprasi di lokasi. Gubernur Subar dan Bupati Mamuju harus lincah dan gesit merespon pemulihan pasca bencana banjir bandang menerjang keamatan Kalukku. Bukan hanya sekedar turun kelokasi berfoto dengan para korban bencana lalu pulang. Yah isitilah blusukan ala pejabat politik, kira-kira begitu.
Siang itu, tak ada sang surya menunjukkan waktu, dikarenakan mendung datang lagi, pertanda sebentar lagi akan turun hujan. Sementara Sukri meracikkan kopi gula aren untuk kami. Kopi gula arena ala Sukri itu nikmat, serasa racikan ala warung kopi di kota-kota. Usai menyeduh kopi, kami berpamitan untuk segera beranjak—sebelum hujan turun—ke Dusun Batang Barana lokasi banjir bandang dan tanah longsor terparah, di desa Sondoang Kecamatan Kalukku. Sukri Karim coordinator gabungan posko relawan NU di Sampoang, menemani kami.

Jalan yang berkelok serta menanjak, tebing-tebing tinggi dan jurang terjal di samping kiri membuat kereta besi kami melambat. Tiba di lokasi terlihat armada truck dan Eskapator sibuk beroperasi, menggali kembali jalan poros yang tertimbun longsor. Maklum, kalau tidak di gali dan bersihkan, tentu mecet antrian terpanjang akan terjadi.
Rumah-rumah warga di dusun Batang Barana rusak, Masjid Almuhajirin di samping kanan jalan dindingnya jebol dan tertimbun. Sungai menjadi lautan sampah, bantang dan ranting kayu.

“Ayo ke posko pengungsi pak karena hujan lagi ini. Kami trauma pak longsor di atas gunung,” saut kepala Dusun Batang Barana, Pak Budi kepada kami.
Kami beranjak ke camp pengungsi warga Bantang Barana bersama pak Budi sang kepala dusun. Diatas mobil, kami berdempetan tentunya. Dari kamp pengungsi warga dan rumah warga, sekitar 2 km jarak tempuhnya. Pak Budi sudah delapan hari tak berkendara roda dua, dikarenakan sepeda motornya tertimbun longsor di rumahnya.

Tiba dilokasi pengungsi—sebelum kami menyalurkan sembako BKPRMI—kami mampir di rumah yang di tumpangi ibu Murni. Ibu Murni adalah korban banjir yang terseret air.
Saat di temui, ia menceritkan kisah yang di alaminya. “Bagaimana ceritanya bu,?” Kata Ketua BPKPRMI Sulbar, Suardi Cammana kepada Murni. Murnipun menceritakan kisah yang dialami saat peristiwa banjir itu. Air bercampur lumpur dan batu, menyapu kampung Dusun Batang Barana. Murni berlari keluar dari rumahnya menuju kerumah tetagganya. Namun, dinding tembok rumah itu jatuh, kaki Murnipun terjepit membuat ia tak bisa lari. Ia menarik kakinya yang tejepit. Sementara air sudah menerpa dirinya, terhempas dan dihantam batang kayu.
“Saya kemudian terseret dan hanyut hingga ke sungai besar,” kenang ibu Murni kisah pilu yang dialaminya.
Ibu Murni tenggelam bersama lumpur. Kondisinya mungkin tak terselamtkan, dingin berselimut air dan lumpur. Hujan lebat ngeri gelisah menghantar suara gemuruh air dari gunung menyapu bersih hutan. Batang dan ranting kayu terbawa oleh air ke hilir. Tak ada yang dapat bersembunyi, manusia berlari menyelamatkan diri. Ibu Murni di sungai dalam kondisi pasrah kepada Tuhan, hanya bisa ber do’a kepada yang Kuasa agar keajaiban terjadi.
Do’a Ibu Murni dikabulkan Tuhan. Ia terselamatkan ganasnya banjir bandang menerjang Dusun Batang Barana. “Saya bilang Selamatkan saya Tuhan, kalau selamatka ini Tuhan, saya akan masuk ziarah ke Lapeo,” pinta ibu Murni yang sedang dalam kondisi berserah diri.
“Tiba-tiba kursi yang terbawa air datang kepada saya. Saya kasi naik kepalaku di kursi itu, saya meihat air yang datang tambah deras. Saya tutup mataku. Eh kenapa tiba-tiba dipinggir ini kursi. Sekalinya saya di pinggir sungai, ada pohon manga. Disitu maka mappegang di pohon mangga. Ya hilangmi itu kursi setalah kudapat itu pohon mangga,” ujar ibu Murni
Ibu Murni memiliki 7 orang anak. Saat ia terserat air, ia terpisah dari ke tujuh anak dan suaminya. Saat ini Ibu Murni masih mengungsi bersama warga pengungsi di dusun Batang Barana.
Hujan perlahan mulai redah, kisah cerita Ibu Murnipun usai. Ketua PW BKPRMI Sulbar, Suardi Cammana memberi isyarat saatnya sembako di bagikan kepada warga pengungsi termasuk Ibu Murni tentunya.

(*)




Comment