“Kalau ada sumur diladang bolehlah kita menumpang mandi, kalau ada umur yang panjang bolehlah kita berjumpa lagi” kata pepatah ini mengandung makna. Sumber kehidupan, ibaratkan sumur, airnya selalu ditimba dan akan menghasilkan air yang tetap jernih. Ibarat memberi, makin sering memberi, rezekipun akan mengalir. begitupula denga menuntut ilmu, Sumur sumber kehidupan, ibarat Guru, di mana timba diibaratkan sang murid yang akan selalu mendatangi guru untuk menuntut ilmu.
MAMUJU, MEDIAKEPSRES.id – Sebuah foto menjadi sejarah yang tak terlupakan antara ibu dan anak. Di pagi hari yang cerah, angin bertiup sepoi sejuk semerbak bersama dedaunan pohon kelapa yang ikut menari. Suasana kampung indah itu. Bocah-bocah bermain riang gembira, sesekali lemparan air mengenai wajahnya, di sampingnya, seorang ibu yang sedang mencuci pakaian.
Gambar itu diabadikan oleh pasangan suami istri berkebangsaan belanda bernama Kari K Stomme dan Kare J Stromme pada tahun 1988. Kari Kiserud pernah lama tinggal di Timbu. Ia bersama istri dan anaknya, berbaur dengan masyarakat Timbu, bahkan bahasa Mamuju sudah ia santap bersama kecerian keramahtamaan masyarakat Mamuju.

Sumur tiga rasa itu menjadi ikon warga Timbu, yang tak pernah kering hingga saat ini. Sumur tersebut menjadi sejarah Masjid Timbu, di mana masyarakat Timbu ketika adzan berkumandan warga beramai berwudhu di sumur itu.
Masjid dan sumur itu berdampingan, letaknya di Lingkungan Timbu, Kelurahan Mamunyu, Kabupaten Mamuju. Masjid tersebut bernama Jabal Nur, didirikan oleh Wali Allah Annangguru KH. Muhammad Tahir atau yang akrab disapa dengan sebutan Imam Lapeo. Saat ini masjid tersebut memiliki menara—seperti menara Masjid Nurut Taubah yang ada di Lapeo, Campalagiang, Polewali Mandar yang menjadi Ikon wisata religi masyarakat Sulbar hingga saat ini.
“Bahkan dulu ketika musim kemarau tiba. Warga tetangga kampung, berdatangan untuk mengambil air. Air sumur itu tak pernah kering. Ada tiga rasa, yang di tengahnya digunakan warga sebagai air minum, sedangkan yang sebelah selatan dan utara digunakan untuk mandi dan cuci pakaian, termasuk Almarhuma mama saya St. Patimah sering mandi dan mencuci di sumur itu,” cerita Yohamsyah kepada mediaekspres.id di Mamuju, Minggu ( 05/07/2020).
Senada yang diceritakan Idrus, ketua remaja Masjid Timbu, bahwa, sumur tersebut sering digunakan orang tua dulu ketika ritual adat, termasuk hajatan perwakinan. Sebab kepercayaan ritual orang tua dulu di Timbu, mengambil air dari tujuh sumber mata air. Salah satunya air yang ada di sumur itu. Begitu pula ketika ritual pernikahan, pengantin wanita datang ke sumur dengan berpakaian adat ber payung warna kuning emas sembari bunyikan gendang.
“Saya masih ingat dulu sekitar pukul 16.30 warga pada antri untuk ambil air di sumur ini. Karena dulu belum ada di bilang air ledeng. Saat ini dinding sumur itu sudah tinggi, karena air dari sumur itu sering meluap. Jadi warga nakasi tinggi itu dindingnya,” cerita Idrus kenang masa lalunya itu.

Imam Lapeo Prakarsa Membagun Masjid dan Sumur yang Tak Pernah Kering
Ulama Sufi dari tanah Pambussuang, Polewali Mandar itu, berdakwah islam hingga ke pelbagai wilayah bagian utara Sulawesi Barat. Hingga, dalam siar dakwahnya, beliau memprakarsai membangun belasan masjid di daerah pesisir termasuk sumur, sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar.
Di Lingkungan Timbu, Kelurahan Mamunyu Kabupaten Mamuju, Annangguru Imam Lapeo sempat lama menetap, ia memiliki istri dan tiga orang anak.
“Ia lama tinggal disitu Annagguru Imam Lapeo. Anaknya juga ada disitu antara lain, Hj. Aminah Tahir, Hj. Asiah Tahir, H. Muttalib Tahir,” ujar cicit Imam Lapeo Ustadz Ahmad Mutazam saat di konfirmasi.
Saat di Timbu Imam Lapeo kemudian membagun masjid dan sumur di sampingnya, diperkirakan dibangun sekitar tahun 1910-1920an.
Baca Juga:
Baca juga:
Masjid yang dibangun diprakarsai Imam Lapeo itu. Pada tahun 1970an hingga saat ini masjid tersebut sudah dua kali mengalami renovasi. Bahkan masjid tersebut saat ini memiliki menara, seperti masjid Nurut Taubah yang dibagun Imam Lapeo di Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar.
“Kalau cerita orang tua Masjid yang sekarang itu, sekitar dua puluh meter dari Masjid Imam Lapeo. Saat dibangun sekitar tahun 70-an masjid yang dibagun Imam lapeo berada disampingnya sumur juga itu sudah ada memangmi. Hal itu dilakukan untuk memperluas kebutuhan masyarakat yang makin hari kian bertambah jumlahnya ketika shalat,” cerita Ketua Remaja Masjid Timbu, Idrus
Pembagunan masjid di Timbu oleh Ulama Sufi Imam Lapeo menjadi jejak sejarah dakwah Islam di di Tanah Mandar Sulbar. Bahkan beliau dikenal akan kecerdasannya, keberaniannya dan sifatnya yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
Reporter : Iksan
Editor : Mediaekspres.id
Kata Bijak: “Manu-manu disuruga
Saiccoq pole boi
Mappettuleang
To sukku sambayanna.(Burung indah penghuni surga
Senantiasa datang mengintai
Mengintai dan menanyakan
Orang yang sempurna shalatnya)”.Kalindaqda
Comment