Kisah Sang Kakek, Anggota Banser Tahun 1960-an di Majene Melawan PKI

Salah satunya membasmi tumbuhnya Partai Komunis Indonesia (PKI) di Majene, yang pada waktu itu banyak pemuda yang direkrut menjadi anggota.

“Saya diberi mandat ketua Ansor Banser di Ujung Pandang dan kebetulan di Majene kala itu berkembang organisasi pemuda rakyat, pemuda PKI dan akhirnya saya mempelajari, apalagi pada waktu itu kejam sekali PKI, mereka sudah merajalela. Kamipun lawan mereka dan jika ada gambar bulan dan bintang dirumah warga, akan dipaksa untuk mengambili,” kisah sang kakek Taufik mengenang masa lalunya menjadi anggota Banser saat itu di Majene.

Masih kakek bercerita, awal datangnya Ansor di Majene salah satu tujuan utamanya untuk membasmi PKI. Dia kemudian menunjuk salah satu sahabatnya, Sakariah utuk menjadi Ketua Ansor Banser Majene. Sakariah memimpin Ansor di Majene pertama kali, setelah itu jabatan ketua selanjutnya di pimpin oleh Taufik.

Ia melakukan perekrutan untuk menjadi anggota Banser. Satu persatu masyarakat mulai masuk menjadi anggota Banser kala itu. Dengan bertambahnya jumlah anggota Banser, mereka mulai bekerja, menyusun strategi untuk menghalau PKI di bumi Assamalewuang atau lebih dikenal saat ini kota Majene.

Kakek Taufik juga berkisah, kebanyakan dari anggota Ansor-Banser rata-rata menjadi sukses, bahkan saat ini ada yang menetap di Ibu kota Negara, Jakarta. meski banyak dari mereka yang telah dipanggil oleh Maha Pencipta, termasuk mantan Sekertaris Daerah Sulawesi Barat, Almarhum Tashan Burhanuddin yang merupakan putra Majene pernah menjadi anggota Ansor-Banser Majene.

“Itu pak Tashan Burhanuddin juga menjadi anggota Ansor-Banser Majene, pada waktu itu, ada juga sukses di Jakarta, dan masih ada lagi yang lainnya,” cerita Taufiq.

Adapun pada saat Taufik menjabat Ansor-Banser Majene, yang menjadi Ketua PBNU pada waktu itu, KH. Idham Khalid. Periode 1956-1984.

Waktu tak terasa, begitu asik mendegar kisah sang kakek, saking lamanya beliau cerita kami hampir lupa shalat Ashar. Waktu menunjukkan pukul 17.00 Wita. Kami berpamitan pada kakek Taufiq. Sayapun berpisah dengan Syarli dan Salding Matto. Menuju pulang dan menyempatkan singgah di masjid menunaikan shalat Ashar. Di Pamboang mampir di bengkel untuk servis motor, maklum dari perjalanan jauh dan melanjutkan   perjalanan ke Sendana, dengan harapan tiba di rumah tidak terlambat menunaikan shalat Magrib bersama keluarga.

Comment