Oleh: Abd Muid (Pengurus DPP GMNI)
Hukum Tanpa Moral. Seperti itulah yang kita jumpai manakala membaca karya Prof.Satjipto Raharjo (Alm) dengan judul Penegakan Hukum Progresif. Beliau memberikan penekanan bahwa penegakan hukum haruslah berlandaskan pada moral dan tidak hanya menjalankan apa yang tertulis didalam Undang-Undang.
Penegakan hukum yang tidak mempertimbangkan konsekuensi logis menambah kesengsaraan rakyat Marhaen, (Julukan Bung Karno Marhaen Potret Rakyat Indonesia).
Instruksi Mendagri, PPKM Darurat Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali, dengan penunjukan langsung oleh Persiden Jokowi kepada Luhut Binsar Panjaitan — yang juga sebagai Menko Kemaritiman dan Investasi.
Perkataan akan memukul rata pelanggar PPKM bukan tanpa risiko. Ini telah menjadi panduan bagi para penegak hukum tanpa mempertimbangkan suasana kebatinan rakyat dikala krisis ekonomi yang hanya mempertahankan hidup.
Mungkin Luhut lupa bahwa memerintah rakyat itu berbeda dengan memerintah pasukan atau boleh jadi, hutttt, saking bersemangatnya masih merasa menjadi tentara yang memimpin pasukan tempur menghadapi bangsa luar.
sekali lagi Indonesia memperlihatkan panorama hukum sebagai tangan besi yang kaku dengan mendaulat diri serta membusungkan dada seraya berkata “semuanya harus tunduk, itulah yang tertulis”. Atas nama kemanusiaan semua dibabat habis yang menjadikannya ahumanis. penerapan hukum yang diharapkan menertibkan keadaan malah membuatnya amburadul, mengapa demikian? seperti guyonan gusdur kita di indonesia lain yang dikatakan, lain yang di perbuat. sepintas kita merenungkan dan dan mengatakan apa yang di katakan gusdur ada benarnya, bolehlah kita mengatakan sama bahwa apa yang dikatakan luhut berbeda dengan apa yang di perbuat, yah begitulah sindrom pada bangsa kita. tenaga kerja dari luar diizinkan masuk ke indonesia dengan alasan telah mematuhi syarat yang di berlakukan padahal vaksinasi dan swab masih memberikan potensi untuk menularkan serta di tularkan covid-19.
Namun di dalam negeri wajahnya begitu bengis membongkar lapak pedagang kecil oleh aparat satpol PP di semarang (KompasTV). Tanpa melakukam upaya yang lebih jauh dengan pendekatan kekeluargaan. Sekali lagi Doktrin Hukum “presumptio iures de iure” bahwa semua orang mengetahui Hukum sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran Hukum warga negara (dalam hal ini pengetahuannya) dan kewajiban Hukum dalam mensosialisasikan dengan tujuan transformasi kesadaran kepada Rakyat melalui pendekatan kultural atau penegakan Hukum yang sifatnya Preventif bukannya Represif.
Harusnya Luhut memasang telinga di jantungnya Rakyat agar tau bagaimana susana kebatinan Hidup mereka, jangan Hanya nyaman di menara gading sambil memangku tangan dengan mengatakan bahwa Hukum sudah di Jalankan, karena itulah yang tertulis.
Maka tidak ada salahnya Luhut meminta maaf kepada Rakyat sebagai pengakuan Keteledorannya dalam berucap atau dengam Memilih jalan yang lebih terhormat dengan memundurkan diri dari tugas yang di berikan.
Selamat Jalan Huttt!!!
Sekali lagi Luhut sedang melawak.
Banteng Marhaen
Comment