MAMASA, MEDIAEKSPRES.id – Pembatasan Pergerakan Pelintas Wilayah (P3W) yang diterapkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamasa dinilai cacat hukum.
Hal itu diungkapkan Ketua Perhimpunan Pemuda Gereja Indonesia (PGGI) Sulbar, Yunandra Sitanda’na. Ia menyarankan Pemkab Mamasa membatalkan kebijakan tersebut.
“Berdasarkan UU No 6 Tahun 2018, tidak dikenal P3W. Oleh karena itu kebijakan Pemda Mamasa menerapkan P3W cacat hukum!” tegas Yunandra dalam pesan rilis yang dikirim ke Mediaekspres.id, Senin (11/5/2020).
Menurutnya, banyak warga Mamasa yang resah dengan aturan P3W. Apalagi, dalam UU Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan hanya dikenal 4 jenis aturan, yakni karantina rumah, karantina wilayah, karantina RS dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Salah satu disorot Yunandra adalah sistem keluar-masuk wilayah Kabupaten Mamasa.
“Salah satu poin adalah warga yang keluar Mamasa diberikan surat keterangan keluar dengan catatan harus keluar dengan waktu selama 16 jam, dan berlaku mulai jam 6 pagi sampai pukul 10.00 malam.”
“Jika melebihi waktu 16 jam, maka yang bersangkutan harus siap dikarantina. Tapi kenyataannya, kami warga diminta untuk kembali pukul 8 malam (hanya 14 jam). Ini bertentangan dengan aturan yang dibuat oleh Pemda Mamasa. Sangat lucu,” ketusnya.
Anehnya lagi, lanjut Yunandra, aturan itu tidak berlaku bagi warga kabupaten lain yang masuk ke wilayah Mamasa. Misalnya penjual sayur, kampas dan pedagang lainnya.
Keadaan tersebut kontras dengan perlakuan bagi warga Mamasa yang terpaksa ke luar daerah karena persoalan ekonomi atau kesehatan. Mereka harus dibatasi dengan “ancaman” karantina.
“Ada banyak warga Mamasa yang harus ke luar daerah dan mungkin harus menginap karena persoalan pekerjaan dan ekonomi, bahkan urusan kesehatan yang sifatnya darurat, tapi harus dibatasi. Sungguh tidak adil,” sayangnya.
Yunandra juga menyinggung nasib warga yang harus dikarantina 14 hari, tanpa subsidi dari pemerintah. Jika pihak pemkab tak mampu menjamin kebutuhan tersebut, ia menyarankan penerapan karantina dihentikan.
Dirinya juga menuding Pemda Mamasa telah menyalahgunakan kewenangan atau abuse of power dalam melakukan P3W. Alasannya, kebijkan itu diambil tanpa berkoordinasi dengan pemerintah pusat sebagai pengendali bencana nasional.
Yunandra yang juga Sekretaris Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) menyebut, Pemda Mamasa telah mengabaikan pertimbangan sosiologis dalam mengambil kebijakan — bahkan cenderung diskriminatif terhadap aktifitas ekonomi masyarakat Mamasa dibanding orang luar.
“Jadi karena tidak mempunyai kekuatan hukum, kebijakan itu harusnya batal demi hukum,” kunci Yunandra.
Reporter: Shermes/Chandraqa
Editor : Mediaekspres.id
Quotes of the day “Aku beragama dengan agama cinta, ke manapun ia bergerak, maka cinta adalah agama dan keyakinanku.”
Ibnu Arabi
Comment