Bobby Fischer dikenal sebagai pecatur jenius, nyaris tak terkalahkan, sebuah fenomena yang menggetarkan dunia catur. Namun, suatu ketika ia mengucapkan kalimat yang melampaui batas:
“Bahkan Yesus pun akan saya kalahkan dalam permainan catur.”
Tak lama setelah itu, Fischer berhadapan dengan Mikhail Tal, seorang pecatur asal Latvia yang dijuluki “Tukang Sihir dari Riga.” Tal bukan pecatur biasa. Langkah-langkahnya sering aneh, tak terduga, dan seolah mustahil. Namun justru dengan “sihir”-nya itu, ia menumbangkan Bobby Fischer.
Fischer akhirnya membalas kekalahan itu di kemudian hari, tetapi peristiwa itu meninggalkan pelajaran mendalam baginya: di atas langit ada langit.
Pernyataan Fischer tentang Yesus bukan sekadar kepercayaan diri, tapi kesombongan intelektual. Seolah-olah kepintaran manusia bisa mengalahkan segala sesuatu, bahkan simbol ketuhanan. Namun hidup selalu memiliki cara untuk meruntuhkan kesombongan.
QS. Al-Isra: 37 memperingatkan:
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.”
Langkah-langkah Tal yang aneh dan sulit diprediksi mengajarkan satu hal: kehidupan tidak bisa dihitung hanya dengan logika linear. Ada faktor-faktor tak terlihat, ada rahasia yang tersembunyi di balik layar, yang sering kali membalikkan keadaan.
Inilah yang dalam agama kita disebut faktor Ilahi.
Seberapa pun hebat akal manusia, selalu ada ruang di mana Allah menunjukkan bahwa Dialah pemegang kendali.
Di Atas Langit Ada Langit
Kekalahan Fischer membuka mata:
• Manusia selalu terbatas. Tak ada yang absolut selain Allah.
• Bumi menyimpan seribu rahasia. Ilmu kita hanyalah setetes dari samudra-Nya.
• Langit tak terjangkau oleh sombong. Makin kita merasa tahu, makin kita disadarkan bahwa ada yang lebih tahu.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Yusuf: 76:
“Dan di atas setiap orang yang berpengetahuan itu ada yang lebih mengetahui.”
Menariknya, Fischer tidak berhenti. Ia kembali bertanding, menganalisis, dan akhirnya mampu membalas kekalahan dari Tal.
• Kekalahan membuatnya lebih rendah hati.
• Kekalahan menyingkapkan bahwa kemenangan sejati bukan hanya soal hasil, tetapi soal kesadaran akan keterbatasan.
Di sinilah letak rahmat Allah: kekalahan yang menyadarkan lebih berharga daripada kemenangan yang membutakan.
Ckisah Fischer dan Tal bukan hanya kisah catur, tetapi kisah manusia dengan akalnya.
• Kesombongan membuat akal lumpuh.
• Kesadaran akan keterbatasan membuat akal hidup kembali.
• Dan selalu, di atas langit ada langit.
Maka jangan pernah merasa kita telah menguasai seluruh kebenaran. Bumi yang kita pijak menyimpan seribu rahasia, apalagi langit. Sungguh, hanya Allah yang Mahatahu, dan manusia hanyalah penjelajah kecil di samudra pengetahuan-Nya.
Imam Ali Karramallahu Wajhahu berkata:
“Nilai manusia adalah apa yang ia ketahui, dan kesempurnaannya adalah ketika ia menyadari keterbatasannya.”
(Ghurar al-Hikam)
Tabe’
- H. MAKDOEM IBRAHIM.




Comment