PILKADA: Pesta Rakyat atau Pesta Partai Politik? 

Oleh : Yasir (BEM Nusantara Sulawesi Barat dan Kader pmii mamuju)

 

Melihat serta mengamati perkembangan politik hari ini. Terkhusus Pilkada serentak yang diselenggarakan tahun 2024, cukup meragukan dan di penuhi rasa mimbang, karena figur politik yang hanya terlihat di media sosial serta pajangan baliho membentang sepanjang jalan.

Gambarnya terpampang sekilas untuk menjadi rujukan pemilihan nantinya. Hal itu sangatlah meragukan karena dinamika politik yang secara terang, memperlihatkan figur politik. Mereka berjuang pertama kali mendapatkan rekomendasi partai.

Mereka akan berebut partai pengusung serta koalisi agar dapat menjadi calon. Segala cara mereka tempuh untuk mendapatkan rekomendasi pencalonan dipilkada, sehingga tak sedikit juga orang yang ingin maju namun tak memiliki partai, yang mampu megusung harus mengurungkan niatnya untuk ikut serta dalam Pilkada kali ini.

Dalam proses Pilkada,  ada cara tanpa rekomendasi partai namun ketika ditelisik lebih dalam sangat sulit cara seperti itu, karna harus didukung kurang lebih 20 persen masyarakat dengan identitas yang jelas. Sebelum memilih mereka sudah ketahuan merekomendasikan calon serta kemungkinan itu adalah pilihannya.

Melihat hal itu seakan masyarakat di pilkada nanti seperti ibarat membeli kucing dalam karung, yaitu mereka harus memilih pemimpin, walaupun hanya beberapa pilihan, terutama dominasi calon yang diusung partai politik bahkan mungkin belum mereka kenal tapi mereka harus memilih (Mau tidak mau).

Bahkan Pilkada sebelumnya, ketika di refleksi kembali kita menemukan fenomena yang sangat memprihatinkan, dimana siapapun yang terpilih nanti akan patuh pada partainya, ini sangat jelas ketika pimpinan partai dari pusat tiba di daerah pasti pengurus partai di daerah akan menyambutnya.

Bahkan kegiatannya bisa mewah dan memakan anggaran besar, berbanding terbalik dengan ketika masyarakat mengeluh mengenai masalah daerah yang kurang diperhatikan.

Nah, memang bicara soal kematangan figur politik daerah. Mungkin matang dalam pertarungan politik namun menjadi pertanyaan, seberapa besar keberpihakannya terhadap rakyat kecil.

Ketika pilkada nanti yang menjadi acuan kita dalam memilih, adalah kampanye calon, berita media sosial atau baliho yang disengaja dipasang untuk mempengaruhi masyarakat, itu hanya akan menjadi janji politik.

Seharusnya para calon berani membangun komitmen yang jelas kepada masyarakat mengenai tujuan kedepan bukan hanya tebar pencitraan, agar masyarakat meyakini kehadiran calon sebagai solusi berbagai masalah yang terjadi di masyarakat.

Keluh kesah anak daerah

Membangun komitmen menolak janji

Menolak demokrasi pro partai politik

Comment