Oleh : Makdoem Ibrahim
Saya selalu tergerak untuk memikirkan Islam di masa depan. Dan salah satu hal yang akan terjadi di masa depan adalah adanya keputusan bersama dalam menentukan awal bulan Hijriah, seperti halnya awal puasa atau lebaran.
Saat ini penentuan awal bulan masih ada perbedaan yaitu berbasis hisab (hitungan) dan rukyat (penglihatan langsung).
Tanpa mengurangi rasa hormat saya, kepada yang masih memakai rukyat, saya meyakini di masa depan, umat Islam akan bersepakat pada satu metode, yaitu hisab.
Rukyat tentu juga mempunyai dalil. Namun seperti yang sudah sering saya sampaikan bahwa dalil tak seharusnya selalu diartikan secara tekstual.
Semangat memahami dalil tidak secara tekstual inilah yang selalu saya sampaikan untuk menyiapkan Islam menghadapi masa depan.
Mengubah penafsiran dalam rangka menghadapi masa depan sudah selayaknya mulai terus kita diskusikan tanpa harus menyalahkan, atau menghina penafsiran yang selama ini ada dan selama ini digunakan.
Semua ajaran imam-imam mazhab yang digunakan saat ini juga hasil “penalaran” para imam tersebut yang disesuaikan dengan logika zaman itu.
Saya dibesarkan di keluarga dan lingkungan NU di Belawa. Saat ini keluarga besar saya, ikut puasa mulai besok (Selasa, 12/3) karena memang semua mengikuti keputusan PBNU.
Namun untuk keluarga saya pribadi, kami berpuasa dan berlebaran mengikuti Muhammadiyah. Bagi saya, umat Islam di masa depan, khususnya di Indonesia, akan bisa menyatu dalam sebuah metode yang sama.
Sekali lagi, bukan tidak menghormati metode lain, dan juga bukan tidak menghormati perbedaan, namun menurut saya, suatu saat kita akan dipersatukan ke dalam metode yang sama, yaitu hisab. (*)
Comment