Tidak Ada Efek Jera, DAK Pendidikan Sulbar Kembali Disorot

MAMUJU, MEDIAEKSPRES.id – Trend dugaan penyalahgunaan Dana Alokasi Khusus Pendindikan di Sulawesi Barat (Sulbar), seakan tidak ada batasnya. Sejak dua tahun terakhir, DAK Pendidikan selalu jadi sorotan. Meskipun APH sudah melakukan penindakan pada tahun 2021.

Sorotan terhadap penggunaan DAK Pendidikan, akhir-akhir ini pun masih sering muncul dipemberitaan media online. Sejumlah pihak, juga tak henti-hentinya melakukan atensi. Termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Mahasiswa.

Salah satu anggota DPR yang paling getol menaruh perhatian adalah politisi Partai NasDem, Hatta Kainang. Ia sendiri tak menafik adanya fenomena krusial yang sedang terjadi. Bahkan dalam waktu dekat pihaknya akan kembali memanggil pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) terkait pelaksanaan DAK tahun 2022.

“Ini sangat rawan, karena kalau kita melihat sorotan, ini sangat luar biasa. Sehingga patut kita kroscek, sudah sejauh mana pelaksanaan,” kata Hatta Kainang, Senin (01/08/22).

Dalam hal ini, Hatta Kainang juga akan meminta Inspektorat dan BPKP membentuk tim khusus agar melakukan proses pengawasan sejak dini. Demikian diperlukan karena mengingat pelaksanaan DAK menjadi bahan perbincangan dan bahkan infonya sudah ada yang menyurat ke Aparat Penegak Hukum (APH).

Selain itu, dianggap perlu karena hasil telaah dari pengawas internal bisa menjadi dasar proses pencairan. Sehingga dapat meminimalisir tindak pidana koruksi dan sekaligus juga bisa menjadi delik korupsi apabila ada indikasi kerugian Negara ketika proses pekerjaan selesai.

“Jadi kita meminta inspektorat ini dari awal lah melakukan proses pemeriksaan. Sehingga itu menjadi prasyarat dalam proses pencairan,” terangnya.

Kemudian untuk lebih merperketat pengawasan, Komisi IV DPRD Sulbar juga akan kembali memastikan tipe swakelo yang digunakan dalam pelaksanaan DAK tahun 2022. Karena menurut Hatta Kainang, dalam pelaksanaan swakelo tipe I tidak mengenal istilah kontrak kerja dan hanya berupa surat pelaksanaan.

“Kami akan coba lihat, bagaimana model administrasi pelaksanaan. Karena yang melaksanakan mereka sendiri, dan tentu secara normatif ada surat pelaksaan. Ini akan kita cek, kapan time waktu dari pelaksanaan,” jelasnya.

Selanjutnya ia juga akan memastikan pekerjaan yang dipihak ketigakan. Sebab kata dia, tenaga ahli yang digunakan tidak boleh lebih 50 persen dari personil sesuai aturan swakelo.

Baca juga

DAK Pendidikan Sulbar; Banyak Pekerjaan Belum Selesai, Dibayar Seratus Persen

Aktivis Sorot Pelaksanaan DAK Pendidikan Sulbar 2021, Ada Dugaan Korupsi

DAK 2021 Ditemukan Banyak Masalah

Ketua Komisi IV DPRD Sulawesi Barat (Sulbar) Marigun Rasyid mengaku menerima sejumlah laporan permasalahan terkait pekerjaan pembangunan sekolah tahun 2021. Pekerjaan tersebut dianggarkan lewat DAK Pendidikan tahun 2021.

Marigun Rasyid mengatakan, banyak sekolah yang belum selesai Seratus persen dikerjakan namun sudah dibayar Seratus persen.

“Saya ke Pasangkayu ternyata begitu juga. Masa begini caranya, pencairan Seratus persen baru realisasi (pekerjaan) tidak seratus persen,” tegasnya, Kamis (14/07/22).

Dari sekian banyak laporan, yang paling banyak ditemukan bermasalah adalah bidang SMA. Demikian kata Marigun Rasyid sudah juga disampaikan kepada pihak Disdikbud agar segera memanggil pelaksana pekerjaan.

“Jadi saya minta laporannya mereka kalau sudah dipanggil. Saya dijanji Satu Minggu,” pungkasnya.

Hal ini juga mendapat tanggapan dari LSM Laskar Anti Korupsi (LAK) Sulbar. Menurut Ketua LAK Sulbar, Muslim Fatillah Azis, kasus yang disampaikan Ketua Komisi IV merupakan sebuah indikasi pelanggaran tindak pidana korupsi dengan cara memperkaya orang lain.

Sehingga ia meminta kepada APH agar segera memeriksa realisasi DAK Pendidikan Tahun 2021. Dasarnya adalah, Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Dimana disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara  minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.

“Ini kan modelnya memperkaya orang lain, karena pekerjaan tidak selesai justru dibayar seratus persen,” jelasnya.

Selain itu kata Muslim, kasus tersebut juga mengarah pada penyelewengan wewenang karena melakukan proses pencairan sementara pekerjaan tidak selesai. Dan secara otomatis berhubungan dengan Pasal 3, UU Tipikor.

“Jadi ini ada indikasi melanggar Pasal 2 dan 3 Undang Undang Tipikor,” sebutnya.

Melihat rentetan kasus yang terjadi, terkait dengan pengelolaan DAK Pendidikan di Sulbar. Kata Muslim, demikian karena tidak ada efek jera bagi pelaku korupsi.

Dari data Indonesia Corruption Watch (ICW) trend pelanggaran tindak pidana korupsi di bidang pendidikan masih tetap masuk 5 besar yang ditindak APH dari tahun 2016-2021. Sulawesi Barat sendiri tercatat 3 kasus pelanggaran yang sudah ditindak.

Reporter: Mus/Irwan

Editor : Mediaekspres.id

Comment