Refleksi 62 Tahun PMII

62 tahun Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berkiprah di tubuh Indonesia, terhitung sejak didirikan PMII pada tanggal 17 April 1960 di Surabaya. Tentunya kelahiran PMII tidak hanya lahir begitu saja tanpa mempunyai tujuan tertentu. Tetapi saya tidak akan mengupas di Rana tersebut,  sebab terbentuknya dan tujuan pembentukan PMII, sebab sudah dibahas tuntas di dalam 13 tokoh pendiri.

Namun yang menjadi sorotan dan sekaligus kritikan saya sendiri pada tubuh kader PMII, yakni ketidak siapan anggota dan kader PMII dalam menghadapi tantangan zaman dan dinamika situasi yang terjadi saat ini. Dimana derasnya arus dan tamparan teknologi yang sekaligus menjadi bumerang bagi anggota dan kader PMII. Hal ini juga menjadi kontroversi dalam penggunaannya karena ada positif dan asas negatifnya.

Sesuai dengan paradigma PMII yang ditetapkan pada masa kepengurusan sahabat Heri Harianto Azumi (2006-2008) “Paradigma Menggiring Arus, Berbasis Realita”. Mestinya cara pandang tersebut menjadi sebuah bahan renungan dan sekaligus menjadi landasan pengimplementasian bukan hanya sekedar memahami cara pandang tersebut (stagnan) di wilayah teori. Sehingga yang terjadi bukan lagi anggota maupun kader PMII menggunakan cara pandang menggiring arus, berbasis realita tetapi malah tergiring oleh arus.

Melihat situasi dan kondisi saat ini, perkembangan teknologi sudah memasuki erah 4.0 sementara masi banyak anggota maupun kader PMII terjebak di wilayah gagap dalam hal penggunaan teknologi.

Belum lagi budaya literasi yang terjadi saat ini mulai bergeser sedikit demi sedikit diakibatkan oleh pesatnya hempasan dan tamparan teknologi.sangat miris kemudian jikala hal tersebut menjadi sala satu faktor penyebab tergesernya budaya literasi dalam anggota dan kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). mestinya tidak menyaji polemik justru di jadikan sebuah batu loncatan di tenga hadirnya teknologi ditengah-tengah kita dan mempermudah kita dalam memperoleh segala hal baik informasi maupun dalam hal komunikasi. Pentingnya sebagai kader dan anggota PMII mengaktifkan sebuah nalar kesadaran agar tidak lagi terjebak dalam menggunakan teknologi saat ini, itu di arahkan kepada hal-hal yang negatif tetapi mestinya pengaktifan pola kesadaran tersebut di arahkan kepada hal-hal yang lebih produktif.

Pentingnya literasi bagi kaum pergerakan saat ini disisi lain sebagai penambah kapasitas pengetahuan dan juga di jadikan sebagai piso analisa meliha dari sudut pandang positif dan negatif dalam penggunaan teknologi saat ini atau dengan katalain menganalisa secara objektif. Kurangnya literasi bagi kaum pergerakan saat ini, khususnya bagi anggota dan kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah salasatu bentuk kemerosotan kita di erah saat ini, sehingga dalam tubuh yang sering kita sebut dengan seorang intelektual sangat sering terjadi mengonsumsi informasi tanpa mengetahui keabsahan informasi tersebut, yang lebih lucuh lagi Pro aktif dalam mengambil sikap dengan data dan informasi yang tidak valid tersebut. Itu semua diakibatkan kurangnya kerangkah proses penyaringan yang ditunjang dengan literasi kita.

Harapan saya selaku anggota PMII semoga dalam Harlah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang ke-62 ini menjadi bahan refleksi baik itu anggota dan kader PMII dalam hal persiapan dan kematangan individu dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berkembang.

Terlebih lagi kepada Pengurus Besar (PB , Pengurus Kordinator Cabang (PKC) dan Pengurus Cabang (PC) agar kirahnya mampu melirik permasalahan-permasalahan yang di alami oleh baik anggota maupun Kaderi PMII agar mengambil langkah dalam menghadapi situasi dan kondisi saat ini.

Penulis: Asnandar (Pengurus Rayon PMII Fakultas Hukum UNIKA Mamuju)

Comment