JAKARTA, MEDIAEKSPRES.id – Badai kritik terus mendera pihak kejaksaan yang memilih untuk tidak mengajukan kasasi atas vonis pengadilan tinggi DKI Jakarta pada kasus Pinangki Sirnamalasari.
Kejaksaan beralasan tidak mengajukan kasasi karena merasa telah sesuai dengan tuntutan jaksa 4 tahun penjara. Dengan tidak diajukannya kasasi oleh kejaksaan dalam kasus Pinangki ini, maka vonis 4 tahun penjara menjadi inkrah.
Ketua umum Garda Tipikor, Yusuf Burhanuddin menilai, meski putusan pengadilan tinggi sama dengan tuntutan awal, kejaksaan seharusnya bisa menjadikan putusan hakim PN yang memvonis Pinangki dengan hukuman penjara 10 tahun sebagai pertimbangan.
“Merupakan sebuah ironi memang, kenyataannya adalah marwah Korps Adhyaksa sungguh telah dicoreng oleh Pinangki, ringannya hukuman pinangki sama saja mencoreng citra kejaksaan sebagai aparat penegak hukum, maka saya tidak habis fikir mengapa mereka enggan mengajukan kasasi”, kata Yusuf.
Sebelumnya Tuntutan JPU pada pengadilan tingkat pertama telah menuai banyak kontroversi. Hal itu menggambarkan ketidakseriusan kejaksaan dalam mengusut perkara ini. Terlebih pinangki yang notabene pada saat melakukan tindak pidana masih berstatus sebagai aparat penegak hukum, dan juga melakukan 3 tindak pidana sekaligus.
Pertama, Pinangki menerima uang suap 500.000 dollar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra. ( Pasal 5 UU 20/2001 Tentang tindak pidana korupsi )
Kedua, Pinangki terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total 375.229 dollar AS atau setara Rp 5,25 miliar. ( Pasal 15 UU 20/2001 Tentang tindak pidana korupsi )
Terakhir, Pinangki dinyatakan terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking untuk menjanjikan uang 10 juta dollar AS kepada pejabat Kejagung dan MA demi mendapatkan fatwa. ( Pasal 3 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ).
Maka pada saat itu, lanjut Yusuf, tuntutan yang layak terhadap pinangki adalah hukuman pemidanaan maksimal 20 tahun penjara.
“Layaknya sebuah parodi politik seluruh penanganan kasus pinangki mulai dari korupsi suap, pencucian uang, dan permufakatan jahat. Begitu banyak celah yang tidak dibuka lebar oleh aparat penegak hukum satu di antaranya dugaan keterlibatan pejabat tinggi di instansi penegak hukum yang disebut sebagai King Maker yang menjamin Pinangki untuk dapat bertemu dengan Joko Tjandra,” jelasnya.
Menurutnya, faktor pengurangan hukuman Pinangki yang didasarkan karena Pinangki perempuan dan seorang ibu rasanya tidak perlu dibuat drastis hingga megurangi hukuman 6 tahun.
“Adalah benar bahwa ini merupakan problem yang fundamental. Tapi dibanyak preseden yang lain juga faktor ibu dan anak itu malah tidak menjadi pertimbangan. Hal ini tentu merupakan ketidakadilan bagi terdakwa perempuan dalam kasus-kasus lain dan jelas bertentangan dengan asas equality before the law.”
“Terlepas daripada itu, yang bisa saya katakan hanya ucapan selamat dan terima kasih,” tutup Yusuf.
Reporter: Harly
Editor : Mediaekspres.id
Comment