MAMUJU, MEDIAEKSPRES.id – Penanggulangan pascabencana gempa bumi di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) menuai sorotan berbagai pihak. Pemerintah dianggap lambat dalam merespon dampak bencana yang muncul.
Koalisi Masyarakat Sipil Sulbar mencatat ada sekira 8 ribu penyintas gempa masih menghuni tenda darurat yang nasibnya tidak jelas.
Hal tersebut pun diikuti berbagai masalah, diantaranya ditiadakannya hunian sementara, kondisi pengungsian memprihatinkan, dan pemenuhan hak dasar penyintas yang dinilai jauh dari standar pelayanan minimum.
“Ini mengakibatkan para pengungsi kewalahan di tenda pengungsian,” kata juru bicara Koalisi Masyarakat Sipil Sulbar, Irfan di Mamuju, Kamis, 18 Maret 2021.
Pihaknya juga menyorot kebijakan pemerintah daerah, terkait ketiadaan kanal aduan penyintas dan pusat informasi data.
Informasi mengenai data klasifikasi kerusakan hunian, kejelasan terkait santunan duka, jaminan hidup, dan dana tunggu hunian pun sulit diakses.
Menurut Irfan, pemerintah harusnya tunduk pada UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dalam regulasi tersebut, prinsip penanggulangan bencana semestinya cepat, tepat, mengutamakan koordinasi dan keterpaduan, transparan, dan akuntabel.
“Kami menilai sejak tahap tanggap darurat sampai memasuki status transisi saat ini, tidak ada upaya perbaikan pelayanan, komitmen serta kemauan politik oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten untuk memenuhi hak dasar penyintas.”
“kondisi inilah merupakan biang kerok utama lambannya proses penanggulangan pascabencana,” jelasnya.
Untuk itu, dia menganggap publik secara luas perlu melibatkan diri dalam mengawasi kinerja pemerintah, agar proses percepatan pemulihan pascabencana bisa maksimal.
Koalisi Masyarakat Sipil pun mendesak pemerintah agar membuka seluas-luasnya ruang partisipasi publik terhadap penanggulangan bencana, mendorong akses keterbukaan informasi publik, diadakannnya kebijakan hunian sementara bagi penyintas yang huniannya tidak bisa lagi ditinggali, melakukan verifikasi faktual kondisi hunian dengan melibatkan langsung partisipasi warga terdampak.
Mengakomodir santunan duka bagi korban meninggal dunia di lokasi pengungsian, pemulihan hak keperdataan penyintas tanpa adanya biaya pungutan terhadap warga terdampak, menyediakan kanal aduan penyintas dan mempermudah akses publik terhadap pusat data, memaksimalkan pelayanan kesehatan dan pemenuhan hak-hak dasar lainnya, memberikan perhatian khusus dan perlindungan semaksimal mungkin terhadap kelompok rentan, serta segera memulihkan fasilitas umum, akses jalan, dan jalur tani yang berpengaruh langsung terhadap kondisi sosial-ekonomi penyintas.
Reporter: Shermes
Editor :Mediaekspres.id
“Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan.”
Soe Hok Gie




Comment