MAMUJU, MEDIAEKSPRES.id – Kinerja pemerintah daerah dalam menangani bencana di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) mendapat kritikan dari sejumlah pihak. Satu diantaranya Doktor Bidang Administrasi Publik, Ustaz H. Amran HB.
Menurut Amran, Pemprov Sulbar tidak maksimal mengelola informasi terkait kebencanaan.
“Ada tiga sentral dalam pengelolaan kebencanaan, yaitu prabencana, bencana dan pascabencana,” ungkapnya, Jumat (26/2/2021).
Masa prabencana, kata Amran, merujuk kepada program pemerintah untuk menghadapi situasi bencana.
Program tersebut bisa berbentuk mitigasi, seperti memberikan edukasi kepada publik tentang bagaimana menghadapi bencana. Selain itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sebagai leading sector, perlu menentukan titik dan jalur evakuasi masyarakat.
“Ini kan yang tidak ada di Sulbar,” imbuhnya.
Sementara pascabencana, Amran menyebut, kondisi ini harus mendapat perhatian dari seluruh pihak. Alasannya, berbagai dampak akan timbul setelah bencana, seperti efek psikologis, kesehatan, dan dampak ekonomi.
Dia juga menekankan bahwa pada masa pascabencana, pemerintah harus memperhatikan pengelolaan donasi yang masuk ke daerah.
“Di sinilah kegagalan fatal BPBD dalam mengelola semua masalah ini,” tegasnya.
Lebih jauh, Dosen Universitas Tomakaka itu menuturkan bahwa ada beberapa persoalan terkait penanganan pascabencana di Provinsi Sulbar.
Salah satunya informasi pengelolaan bantuan logistik maupun non-logistik tidak transparan ke publik.
“Ini harusnya dipertanggungjawabkan secara transparan ke publik karena yang dikelola ini adalah dana publik dari para donatur, bukan dana kepala badan atau pegawai,” ujar Amran.
“Wajar saja kalau masyarakat mengeluarkan hipotesa bahwa terjadi nepotisme, terjadi kolusi dalam pengelolaan bencana ini dan bisa berujung ke perbuatan korupsi,” sambungnya.

Meski begitu, menurut Amran HB, polemik tersebut tidak sepenuhnya kesalahan BPBD.
Koordinasi antarinstitusi pemerintahan dianggap sebagai titik lemah dalam persoalan itu.
“Dalam kacamata manajemen layanan publik, kita lemah dalam koordinasi antarinstitusi pemerintahan,” terangnya.
Pada kasus gempa bumi Sulbar, sambung Amran, BPBD harusnya berkoordinasi dengan instansi lain seperti dinas pendidikan, kesehatan bahkan kementerian agama.
Pasalnya, dampak bencana bukan hanya soal keselamatan jiwa namun banyak persoalan turunan yang akan muncul.
“Jadi penanganan (bencana) harus kolaboratif. Diandaikan suatu barisan, komandonya itu, ya, BPBD,” urai Amran HB.
Dia juga menyorot website milik BPBD Provinsi Sulbar karena tidak memaparkan data apapun. Amran membandingkan data dari website Palang Merah Indonesia (PMI) yang justru dianggap lebih riil.
Hal itu menunjukkan program BPBD tidak jelas.
“Website BPBD kosong, tak ada informasi apapun, lebih riil datanya PMI soal bencana Sulbar,” sentilnya.
Untuk itu, Amran mengimbau agar kasus bencana di Sulbar bisa menjadi bahan evaluasi para pemangku kebijakan, terutama soal transparansi pelayanan publik.
Ia meminta gubernur mengevaluasi jajarannya, terutama yang memegang peranan di instansi BPBD.
Reporter: Shermes
Editor : Mediaekspres.id




Comment