MAMASA, MEDIAEKSPRES.id – Proyek tambang logam tanah jarang di Kabupaten Mamasa mendapat penolakan dari masyarakat Pitu Ulunna Salu (PUS).
Sesuai hasil eksplorasi, ada tiga kecamatan yang berpotensi mengandung logam tanah jarang, yakni Bumal, Aralle dan Mambi.
Salah satu pemuda PUS, Ferdy Hidayat mengatakan, masyarakat menolak eksploitasi tambang karena dapat memicu terulangnya konflik horizontal.
“Tiga kecamatan ini pernah terjadi konflik sosial, dan pasti akan terulang kembali jika proyek tambang berjalan, akibat terjadi pro-kontra pendirian tambang,” ungkapnya kepada Mediaekspres.id, Sabtu (5/9/2020).
Selain itu, keberadaan tambang di wilayah PUS dikhawatirkan akan mengancam kesuburan tanah di sekitarnya.
Ferdy menilai, tambang logam yang mengandung bahan kimia bakal merusak unsur hara tanah. Keadaan tersebut bisa berakibat pada penurunan pendapatan ekonomi masyarakat.
Pasalnya, selama ini masyarakat PUS secara umum hidup dari hasil tanah, seperti padi, kakao dan kopi.
“Bila tambang logam tanah jarang oleh PT Monazite San berdiri dan beroprasi, pastinya akan mengancam tingkat kesuburan tanah yang ada di daerah kami karena adanya zat kimia yang beracun selama proses penambangan,” sambung Ferdy.
Dia memastikan, perekonomian masyarakat dapat terus terjaga dengan mengelola sumber daya alam, bukan melalui proyek tambang.
Ferdy pun mengingatkan bahwa tanah dan segala tanaman di atasnya adalah titipan leluhur. Generasi muda bertanggung jawab untuk menjaga warisan tersebut.
“Kami sangat meyakini bahwa siapa pun yang memuluskan dan memfasilitasi segala proses berdiri dan beroperasinya tambang dari PT Monazite San itu, nantinya akan mendapat murka dan tulah dari leluhur kami. Dan kami pastikan itu!” tegasnya.
Dirinya juga mempertanyakan alasan Bupati Mamasa, Ramlan Badawi yang mengaku tidak mengetahui ada eksplorasi tambang di daerah pemerintahannya.
Padahal, izin eksplorasi PT. Monazite San sudah ada sejak tahun 2017.
“Tidak masuk akal bila selama 3 tahun ini Pemda (Mamasa) tidak konsultasi dengan dinas terkait di provinsi, bahkan Kementerian ESDM,” cetus Ferdy.
Ferdy Hidayat pun berharap, Pemda Mamasa berpihak kepada masyarakat untuk menolak eksploitasi tambang logam tanah jarang di PUS
Sebelumnya, puluhan massa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pitu Ulunna Salu (GEMA PUS) menggelar aksi demonstrasi di DPRD Mamasa.
Mereka menuntut DPRD dan Pemda Mamasa meninjau ulang proyek tambang logam tanah jarang di Kecamatan Bumal, Aralle dan Mambi.
Bupati Ramlan Badawi merespon tuntutan itu melalui penandatanganan berita acara penolakan:
- Menolak rencana tambang logam tanah jarang di tiga kecamatan apabila tidak sesuai dengan peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) nomor 7 tahun 2020 tentang tata cara pemberian wilayah, perizinan, serta pelaporan pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku lainnya, tidak sesuai adat istiadat kebiasaan masyarakat dan mengancam serta merusak peradaban.
- Bupati dan DPRD merekomendasikan DLHK untuk tidak mengeluarkan izin lingkungan sebelum persoalan ini tuntas.
- Pemkab Mamasa memerintahkan kepada Camat Aralle, Bumal, serta Mambi, untuk mencabut papan pengumuman PT. Monazite San yang mencantumkan nama DLHK Mamasa dan pemerintah desa atau kelurahan Aralle, Aralle Utara, Panetean, Aralle Selatan, serta Uhailanu.
- Poin satu hingga tiga tidak sesuai kesepakatan maka Pemkab dan DPRD Mamasa bertanggung jawab.
Reporter: Shermes
Editor : Mediaekspres.id
“Jangan jadikan negeri ini nkri (negara kesatuan republik investor.”
Redaksi
Comment