Arif mengakui, PBB yang dibayar langsung di petugas selama delapan tahun tidak terinput di data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Mamuju sebagai PBB yang sudah terbayar.
“Itu juga saya ketahui setelah ada pemberitahuan dari Bapenda Mamuju,” ungkapnya.
Tercatat PBB yang sudah dibayar tetapi terhitung sebagai wajib pajak dan harus dibayar, mulai dari tahun 2000, 2003, 2007, 2009, 2012, 2013, 2015, 2017 dengan nilai Rp 486.988 dan denda Rp 233.711, sehingga total yang harus dibayar Rp 720.609.
Selain Arif, keluhan datang dari warga Dusun Beru-Beru, Kecamatan Kalukku, bernama Burhan. Ia mengakui PBB milik orang tuanya mengalami masalah yang sama.
Menurut Burhan, awalnya ia hanya iseng mempertanyakan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) tahun 2019 milik orang tuanya di Sekertaris Desa (Sekdes) Beru-beru, karena SPPT-nya tidak ada muncul sementara milik tetangga-tetangganya sudah ada.
“Namun justru saya diarahkan ke Bapenda Mamuju dengan alasan SPPT PBB dibatasi karena sementara ada pemeriksaan,” ungkapnya.
Setelah di Bapenda justru terungkap PBB yang sudah ia bayar mulai tahun 2011, 2012, 2013, 2018 itu tidak terinput di data Bapenda. Sehingga PBB Pokok yang harus dibayar kembali Rp 298.120, denda 123,253, sehinga total yang harus dibayar Rp 421.373.
Karena tidak terima, pria yang akrab disapa Bur ini mengaku memperlihatkan bukti-bukti pembayaran berupa SPPT PBB yang diterima selama ini dari petugas, namun itu tidak diakui dengan alasan bukan bukti pembayaran resmi.
“Selama ini kita bayar ke petugas hanya mengambil bukti berupa SPPT PBB dan itu juga terbukti ada yang terinput di data Bapenda. Namun saya herang kenapa ada yang terinput, ada tidak baru muncul lagi bukti pembayaran resmi setelah ini terungkap. Pertanyaannya juga kenapa pemerintah tidak sosialisasi soal bukti pembarayan resminya sehingga kami minta pada saat ingin membayar,” tegasnya.
Comment