Tan Malaka menghendaki bangsanya bebas dari imperialisme dan merasakan kemerdekaan secara total. Kemerdekaan yang bukan hanya dinikmati oleh kalangan elit, bukan hanya kemerdekaan Soekarno, Hatta dan Syarir. Tapi kemerdekaan yang semua masyarakat Indonesia merasakannya. Kemerdekaan yang diperoleh dari hasil keringat perjuangan, bukan kemerdekaan yang diberikan secara cuma-cuma dari hasil perundingan. Itulah kemerdekaan sejati, Tan Malaka menyebutnya Merdeka 100%.
Selama pelariannya, Tan Malaka sering menulis buah-buah pikirannya. Salah satu mahakarya yang dihasilkan Tan adalah Madilog. Buku tersebut masuk dalam daftar 100 buku yang berpengaruh dan berkontribusi terhadap gagasan kebangsaan.
Pada 21 Februari 1949, Tan Malaka dieksekusi mati oleh pasukan dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya di Selopanggung, Kediri, Jawa Timur. Perintah itu datang dari Letda. Soekotjo, yang menurut sejarawan Harry Poeze, “Orang kanan sekali yang beropini bahwa Tan Malaka harus dihabisi.”
Pengujung kisah hidup Tan Malaka dimulai ketika dia dibebaskan dari penjara di Magelang, 16 September 1948. Sekeluarnya dari penjara, dia mencoba kembali mengumpulkan pendukungnya dan menggagas pendirian partai Murba pada 7 November 1948. Partai ini berasaskan “antifasisme, antiimperialisme dan antikapitalisme”.
Namun Tan enggan memimpin Partai Murba. “Dia tidak mau jadi ketua. Mungkin dia harap jadi Presiden RI dan selalu tidak senang dengan politik diplomasi,” kata sejarawan Harry A. Poeze dalam bukunya, Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 4. Buku ini mengisahkan babakan terakhir perjalanan hidup Tan Malaka, sejak September 1948 sampai Desember 1949.
Dari Berbagai Sumber
Editor: Mediaekspres.id
Quotes of The Day “Ada manusia yang berjuang sampai mati, tapi malah dibinasakan dan dianggap lintah negeri.”
Tan Malaka




Comment