MAMUJU, MEDIAEKSPRES.id – Kepala BPKP Sulbar, Hasoloan Manalu menegaskan, bahwa pengawasan yang dilakukan oleh BPKP terhadap penggunaan dan Covid-19 sesuai dengan peraturan, tidak terbatas hanya mengawasi dana bansos, tetapi juga mengawasi refokusing anggaran pada tiga bidang yaitu kesehatan, jaring pengaman sosial, dan juga pemulihan ekonomi.
“Audit data telah dilakukan terhadap jaring pengaman sosial, baik dari Kementerian Sosial maupun BLT dana desa yang di fokuskan pada tiga kabupaten yaitu, Polewali Mandar, Majene, dan Mamuju,” kata Hasoloan Manalu, pada acara dialog khusus TVRI Sulbar dengan tema upaya pencegahan korupsi dalam penanganan covid-19 dan penyaluran Bansos di Sulawesi Barat di Kantor TVRI Sulbar, Rabu 17 Juni 2020.
Selain audit data, lanjut Hasoloan Manalu, juga dilakukan sinkronisasi data untuk melihat sejauh mana unit-unit antara penerima Bansos dari Kementerian Sosial, yaitu PKH (program keluarga harapan), BPNT (bantuan pangan non tunai), BLT dana desa, dan juga dari APBD, yang mana banyak terjadi tumpang tindih.
“Saya berharap, dana covid digunakan sesuai dengan peruntukannya, jangan sekali-kali menyalahgunakannya untuk kepentingan yang lain, karena tidak sesuai dengan undang-undang dengan ancaman hukumannya adalah hukuman mati,” tandas Hasoloan.
Sekertaris Provinsi Sulawesi Barat (Sekprov Sulbar), Muhammad Idris, dalam acara tersebut mengatakan berbicara korupsi di era pandemi, itu berarti berbicara mengenai komitmen dan integritas, karena itu merupakan hulu dari segala permasalahan korupsi.
“Akuntabilitas publik, dengan dana yang tersedia kemungkinan disalahkangunakan karena adanya niat penyalahgunaan dana covid, tetapi tidak ada penyalahgunaan terjadi karena by design, dan tidak ada kesalahan terjadi karena kolektif persekongkolan, seluruh dana yang dialokasikan untuk covid begitu mendadak melalui refocusing,” kata Idris.
Ia juga menyampaikan terkait penyaluran bansos kepada masyarakat terdampak covid-19 terkendala pada ketidaksiapan data dan kesigapan aparat.
“Melihat kondisi di lapangan, bertemunya antara ketidaksiapan data dan kesigapan aparat (para pelayan publik) ini menjadi satu kendala kongkrit,” ucap Idris.
Oleh karena itu, pemerintah dari seluruh tingkatan harus bisa betul-betul memanfaatkan momentum covid ini sebagai momen pembelajaran tata kelola, dimana ketidaksiapan aparat pada kasus kasus seperti ini, tidak seharusnya terjadi,” tandas pria berkacamata itu.
Kepala Koordinator Wilayah V KPK RI, Budi Waluyo, pada dialog itu juga mengatakan, bencana yang terjadi kadang berdampingan dengan korupsi, walaupun covid-19 bukan bencana alam , tetapi bencana covid ini juga rawan akan korupsi.
“Kecurangan- kecurangan yang sering terjadi pada kasus bencana adalah pengadaan barang dan jasa, dimana biasa terdapat feedback atau biasanya diarahkan pada rekanan-rekanan tertentu yang menguntungkan satu pihak,” kata Budi.
Terkait penyaluran Bansos, Budi Waluyo menyampaikan, banyak terdapat kekeliruan terhadap data penerima bantuan yang terjadi di lapangan, serta permasalahan permasalahan lainya seperti pengadaan sembako yang sudah tidak layak yang kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat.
“Oleh karena itu, KPK telah membuka saluran pengaduan serta informasi terkait dengan penyaluran bantuan sosial melalui aplikasi Jaga Bansos, laporan tersebut nantinya akan kita teruskan ke pemerintah daerah terkait,” ungkap Budi.
Ia juga menyinggung sumbangan sumbangan dari pihak ketiga atau filantropi, diminta kepada pemda untuk dilaksanakan secara transparan dan akuntabel, mengingat banyak terdapat potensi korupsi terkait penyalahgunaan bantuan dan penyelewengan bantuan. (Adv)
Comment