Dugaan Konspirasi Penanganan COVID-19 Sulbar, Penyebab Dua Santri Lari dari Isolasi

Nurmiati pun tak ingin anaknya dibawa kerumah sakit. Ia menginginkan anaknya itu diisolasi di rumahnya. Karena menurutnya, rumahnya lebih layak dari pada di gedung karantina RSUD Sulbar.

“Waktu saya pindahkan dari pondok Raihan kesini di rumah selama 20 hari, adami juga petugas kesehatan datang. Petugas itu meninjau lantai tiga. Nabilangmi, tempatta disini aji lebih layak dari pada disana di rumah sakit. Yang kita pesankan itu aji jangan sentuh pagar kalau turun. Jadi kubilangimi iye. Jadi nasemprotmi ini rumah petugas kesehatan,” Nurmiati berkisah

Saat MY menjalani karantina di rumahnya, sejumlah undangan dari panitia masjid untuk menjadi imam shalat Tarwih berdatangan. MY pun menerima undagan itu dan beranjak untuk menjadi imam shalat tarwih di masjid jalan Musa Karim dekat pasar baru selama tujuh hari.

Tak lama kemudian, petugas covid pun kembali lagi dirumah Hj. Nurmiati memeriksa kesehatan MY. Juga meminta untuk menbawa MY disolasi di gedung karantina RSUD Sulbar. Hal itu dilakukan oleh petugas, karena adanya aduan warga. MY kemudian berangkat kerumah sakit dengan menggunakan kendaraan sepeda motor.

“Lucunya itu karena mau datang najemput. Kusuruh naik motor anakku. Kutanya itu pegawai rumah sakit janganmi mujemput. Nabilangmi pegawai rumah sakit tidak boleh begitu ibu, karena peraturan ini. Kubilangimi peraturan apa nah adami orangnya. Kutauji itu mau nakasi viral,” cerita dia

Setelah itu, Hj. Nurmiah beserta suaminya dan anak-anaknya di rapid test. Namun hanya Hj. Nurmiah tidak ingin di rapid test. Menurutnya, itu tidak ada gunanya.

“Saya bilangmi pergi mako semua itu rapid test. Tidak mauka saya. Bagai mana caranya karena puasaki itu hari. Tidak mauka saya suruhmi natembaka apa tidak mauka saya. Ya tidak datangji juga. Jadi suamiku dan empat anakku na rapid test I dia, hasilnya negatif semua,” jelasnya.

Pintu inilah kedua santri lewati saat keluar dari gedung karantina

Comment