MEDIAEKSPRES.id – Manusia adalah makhluk yang sempurna. Kesempurnaannya dapat membedakan baik dan buruk, dibekali panca indra (lima penghubung) kepada penglihatan, pendengaran, penciuman, perkataan dan perasaan.
Tentu kadang sempurna — pasang surut — berperilaku baik maupun buruk, begitu juga pengendalian diri. Diri kadang tak terkendali oleh nafsu, kadang pula nafsu dapat ditaklukkan oleh diri. Itulah kehebatan mahkluk ciptaan Tuhan yang satu ini, di mana telah dibekali akal untuk berpikir baik dan buruk sebagai hamba yang harus berhubungan dengan Penciptanya, sesama manusia itu sendiri dan alam.
Dalam bahasa lokal Sulawesi — terkhsus Selatan dan Barat — Manusia disebut Tau. Pada pemahaman leluhur, Tau terbagi menjadi tiga, yaitu Tau – tau, Tau, dan Tau Tongang.
Tau-tau adalah sosok pajangan, atau mainan berbentuk manusia yang hanya dapat digerakkan atau sekedar pajangan semu. Sedangkan Tau ibarat manusia yang masih condong sifat kebinatangan, tak memiliki, karakter sikap kedirian dalam jiwa.
Tau Tongang adalah manusia yang menghamba, manusia yang menuju kebenaran, memiliki pengenalan diri, karakter seimbang dalam menjalankan tanggung jawab sebagai Kalifah di bumi, baik itu secara lahirah maupun batiniah, maka disebutlah manusia / Tau seutuhnya yang paripurna.
Menuju Tau Tongang tentu semua orang mendambakannya. Apatah lagi di bulan yang suci ini — bulan ramadan bagi umat Islam berpuasa — salah satu tingkat pencapaian menuju pada Tau Tongang, melewati berbagai onak dan duri, menaklukkan nafsu untuk kesenangan dunia.
Ya, semuanya harus ditaklukkan. Menaklukkan nafsu yang selama ini tak pandang, menjarah batiniah demi kepuasan zahiriah. Makanan dan minuman, kepuasan perut dan kerongkongan. Hasrat birahi tersalurkan, kini telah sirna. Bulan ramdan datang, segala kenikmatan itu dihentikan menguji kesabaran dalam menahan segalanya.
Ujian kepada diri untuk menyempurnakan perjalanan, dari lembah yang hina ke puncak gunung yang suci. Perjelanan itu, melewati pelbagai rintangan dan hambatan, melawannya cukup sulit, berubah-ubah kadang dapat — melawannya — kadang tidak.
Manusia harus konsisten dalam pelbagai ujian, latihan penting, agar terbiasa saat melaluinya menuju Tau Tongang, manusia yang ulu albab.
Sama halnya dengan Bhinneka Tunggal Ika — semboyan NKRI — Tan Hana Dharma Mangrawa (Berbeda-beda tapi satu tujuan menuju Kebenaran yang tak mendua) karangan Mpu Tantular, dalam bahasa Jawa Kuno.
Manusia adalah satu kesatuan. Meski manusia berbeda-beda suku, agama, bahasa dan lain-lain, tapi tetap satu. Bersatu padu pada kebenaran, kita berkompetisi dalam berporses sejak dari asal, melalui perjalanan panjang yang lika-liku menuju kepada asal kembali pada kebenaran yang tak ada duanya.
Bulan ramdan kita berpuasa, menahan lapar dan haus, serta nafsu untuk dapat mengontrolnya. Makanan yang lezat selalu terbayang, entah itu sebuah ujian agar tak tergoda ataukah hanya hiasan dunia pelampiasan pada hasrat nafsu.
Manusia berpuasa hanya menahan lapar dan dahaga, nafsu masih menguasai diri disebut tau-tau bukan tau Tongang.
Apatah lagi di tengah pandemi kovid-19, Bantuan kepada masyarakat yang terdampak, Pemberi sembako dan penerima sembako hal yang menjadi ujian di bulan nan suci ini.
Bagi pemberi bantuan dananya tidak disunat, untuk kepentingan pribadi, tidak berlebihan.
Begitu pula si penerima tidak memanipulasi data agar tergolong miskin — berharap dapat bantuan padahal sesungguhnya ia mampu.
Kesemuanya adalah ujian bagi mereka yang ingin mendapat gelar Tau Tongang, menyandarkan diri pada Sang Pencipta bahwa sesungguhnya manusia hanyalah terbuat dari empat unsur — tanah, api, air dan udara — yang menyatu menjadi satu kesatuan yang akan kembali kepada unsur semula asal.
Pelattoang,
Senin, 11 Mei 2020.
Penulis: Muhammad Iksan Hidayah
Quotes of the day “Islam datang bukan untuk mengubah budaya leluhur kita jadi budaya Arab. Bukan untuk aku jadi ana, sampeyan jadi antum, sedulur jadi akhi. Kita pertahankan milik kita, kita harus filtrasi budayanya, tapi bukan ajarannya.”
Gus Dur




Comment