MAMUJU, MEDIAEKSPRES.id – Aliansi Masyarakat Peduli Sulawesi Barat (Sulbar) mengakui sampai Selasa kemarin (07/04/20), Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Provinsi belum juga menyediakan rumah karantina bagi warga yang dari luar daerah. Demikian diakui Kordinator Aliansi Masyarakat Peduli Sulbar, Abdilah kepada Media Ekspres melalui via telepon selulernya.
Alasannya kata Abdillah, pemerintah saat ini masih meramu penyediaan rumah karantina yang dimaksud.
“Rencana kami ada pendudukan di kantor Gubernur, kalo ini tidak jelas, tidak secepatnya,” tegasnya.
Sebelumnya Abdillah mengusulkan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamuju dan Pemerintah Provinsi untuk menyediakan rumah karantina bagi warga yang dari luar daerah. Ia mengusulkan sejak Rabu, 1 April 2020 yang lalu.
Tujuannya menurut Abdilah, warga Sulbar yang baru datang dari luar daerah tidak langsung bersentuhan dengan keluarga dan masyarakat, sehingga penyebaran virus Corona (Covid-19) dapat dicegah.
Adapun gedung yang diminta saat itu untuk dijadikan tempat karantina, kata Abdillah, adalah gedung asrama haji dan gedung balai pelatihan di Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju.
Baca juga, Aliansi Masyarakat Peduli Sulbar dan HMI Cabang Manakara Temui Pemda Mamuju
Selain itu menurut Abdillah, dengan adanya tempat karantina maka dapat mengefisiensi penggunaan anggaran penanganan pencegahan Covid-19. Serta dianggap juga efektif untuk mencegah penyebaran virus Corona. Disamping itu penggunaan anggarannya jelas.
Pemda Tidak Efektif Tangani Covid-19
Selain Kordinator Aliansi Peduli Sulbar, Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Majene, Adi Ahsan juga menyarankan kepada pemerintah, terkhusus pemerintah Kabupaten Majene untuk menyediakan rumah karantina bagi warga yang dari luar. Sehingga penanganan pencegahan Covid-19 di Majene lebih efektif.
Menurut Adi Ahsan, adanya virus Corona di Majene, itu tidak terlepas dari orang dari luar masuk di Majene. Entahkah itu pendatang yang masuk atau warga Majene yang dari luar kembali.
Oleh karena itu, kata Adi Ahsan, pengawasan di perbatasan diperketat. Disamping itu dilakukan pendataan, dan bagi warga yang terindikasi agar dikarantina terlebih dahulu, terkhusus bagi warga yang dari wilayah zona merah.
“Apa yang dilakukan pemerintah hari ini bukan kita tidak apresiasi, kita sangat mengapresiasi itu, cuman kurang fokus pada pokok masalah,” kata Adi Ahsan melalui via telepon selulernya, Selasa kemarin (07/04/20).
Adi Ahsan menilai, penyemprotan disinfektan yang dilakukan diperbatasan tidak efektif. Karena menurutnya, penyemprotan disinfektan tidak dapat menyembuhkan diri dari virus Corona.
“Perbatasan itu sepertinya hanya mengikuti tren, karena semua orang juga lolos masuk, dan kalau misalkan ada yang terindikasi disemprotkaan disinfektan, kan tidak menyembuhkan,” terangnya.
Bahkan kata Adi Ahsan, Pemerintah Desa-pun ikut-ikutan melakukan itu.
Baca juga, Kebijakan Pemda Majene Dinilai Tidak Efektif Tangani Covid-19
Lanjut Adi Ahsan mengatakan, jika pemerintah mengetahui pokok permasalahan, maka pemerintah tidak akan kebingunan menggunakan anggaran yang ada. Oleh karena itu, menurut Adi Ahsan pentingnya di perbatasan diperketat dan menyediakan rumah karantina bagi warga yang dari luar daerah.
“Bukan tidak transparan, ini anggaran sebenarnya ada tapi mereka bingung mau bikin apa, pemerintah ini kebingungan sehingga orang lain tutup perbatasan diapun juga tutup perbatasan,” kesalnya.
Masa Inkubasi Covid-19
Masa inkubasi adalah waktu dari mulai seseorang terpapar virus hingga orang tersebut menimbulkan penyakit.
World Health Organization menyatakan sebagian besar perkiraan masa ikunbasi Covid-19, yakni 1-14 hari atau rata-rata sekitar 5 hari. Sementara menurut Centers for Disease Control and Prenvention (CDC), masa inkubasi Covid-19 atau SARS-Cov-2 terjadi selama 2-14 hari setelah terpapar.
Baca juga, Kisah Pilu Relawan Covid-19 di Perbatasan Sulsel-Sulbar
Sedangkan hasil riset lain mengemukakan, bahwa sebanyak 97 persen orang terpapar virus Corona menunjukkan gejala penyakit dalam waktu 11,5 hari. Dengan masa inkubasi Covid-19 sekitar 5 hari. Dilansir dari sehatq.com.
WHO Nilai Penyemprotan Disinfektan di Jalan ‘Konyol’
Penyemprotan disinfektan di jalanan dan lingkungan luar ruangan memang bukan fenomena Indonesia saja. Di India, Meksiko, hingga Turki juga demikian.
Dilangsir dari Detik.com, disiarkan DW News, presenter Phil Gayle bertanya kepada Kepala Jaringan Wabah dan Tanggap Darurat Global WHO, Dale Fisher. Dia meminta pandangan Fisher mengenai penyemprotan jalanan dengan disinfektan yang dilakukan di mana-mana.
Daripada menyemprot jalanan dengan disinfektan mengandung klorin, lebih baik menggalakkan kegiatan cuci tangan dengan sabun.
“Mungkin itu adalah citra masyarakat yang kita anggap serius, saya tidak tahu. Yang jelas, itu adalah hal yang tidak kami rekomendasikan. Kami tidak percaya orang-orang tertular virus dari permukaan tanah (jalanan -red),” kata Fisher, sebagaimana diunggah DW News di akun YouTube, Kamis (02/04/20).
“Saya lebih melihat orang-orang mencuci tangan dan menjaga jarak, hal seperti itulah yang merupakan aksi tanggap masyarakat terhadap virus, bukan menyemprotkan klorin di mana-mana,” kata Fisher.
Dilansir Reuters, Fisher bahkan menganggap langkah penyemprotan jalanan dengan disinfektan bisa berisiko merugikan kesehatan masyarakat, membuang waktu, dan menghamburkan sumber daya.
“Itu adalah sebuah gambaran konyol di banyak negara,” kata Fisher yang juga ahli penyakit menular, Selasa (31/03/20).
“Saya tidak percaya itu bisa berkontribusi apapun untuk merespons (COVID-19) dan bisa beracun bagi masyarakat. Virus itu tidak akan bertahan lama di lingkungan dan orang-orang pada umumnya juga tidak menyentuh permukaan (tanah/jalanan),” kata Fisher.
Peneliti dari Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) China, Zhang Liubo, bahkan mewanti-wanti masyarakat supaya tidak kelewat kerajingan main semprot disinfektan. Soalnya, cairan disinfektan bisa berbahaya bagi manusia bila kelewat banyak masuk ke tubuh.
“Permukaan di luar ruangan, seperti jalanan, tempat lapang, rerumputan, jangan sering-sering disemprot dengan disinfektan… Menyemprot disinfektan dalam area yang luas dan terus-terusan bisa bikin polusi lingkungan dan harus dihindari,” kata Zhang Liubo, dilansir Science dari siaran televisi CCTV China.
Reporter: Jumain/Irwan
Editor : Mediaekspres.id
Comment