MEDIAEKSPRES.ID – Hari itu panas tapi tak membakar kulit, rasa membekas panasnya menembus pori-pori. Mengajarkan arti perjuangan, dalam mengarungi hidup sebagai abdi sesama manusia.
Bunyi klakson telolet serta deru knalpot besahut sekan siang ingin cepat berganti malam. Bergegas membuat malam yang sepi menjadi ramai diisi oleh telor, daun bawang dan minyak goreng.
Ia menggayuh sepeda menyusuri jalan, membelah rindu tujuan cari nafkah dan menafkahi. Tetesan keringat adalah saksi perjuangan dan do’a meraih mimpi.
Ibnu Soleh namanya, sejak lahir hingga dewasa tinggal di Pulau Jawa, tepatnya di Kabupaten penghasil Batik di Tegal, Provinsi Jawa Tengah, ia lahir di Tegal, pada tanggal 4 Januari 1984 dari keluarga sederhana serta religius.
Ayahnya seorang Ustadz, Sholihin namanya — tokoh Agama — di desa Grobog Wetan kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal. Selain itu, ayahnya juga pembina badan otonom Nahdlatul Ulama (NU) tingkat desa yaitu, IPNU-IPPNU, GP Ansor Fatayat NU Desa Grobog Wetan. Sementara ibunya bernama Masrohati, bekerja rumah tangga.
Ibnu Soleh anak ke tiga dari lima bersaudara, ia lulus tahun 1996 di Madrasah Iptidayyah (MI) Raden fatah Grobog Wetan, Tegal. Ia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah (Mts) Raden Fatah Grobog Wetan, pada tahun 1996 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Penawaja dan lulus pada tahun 2002.
Setelah lulus SMA Ibnu Soleh tak langsung kuliah, ia bekerja di salah satu staf bagian Tata Usaha. Dua tahun lamanya ia bekerja lalu kemudian melanjutkan pendidikannya di PGSD di Universitas Terbuka (UT) di Semarang dan lulus pada tahun 2013.
Ia aktif di pelbagai organisasi, karena dia lahir dan besar dari kalangan NU, maka diapun memasuki organisasi IPNU saat SMA dan GP Ansor di Kabupaten Tegal Jawa Tengah.
Amanah Sang Kiai Untuk Merantau
Pagi itu mentari merekah, menyatu embun bersama sinarnya sang mentari, pohon-pohon rindang dan menyejukkan, bunga-bunga di taman beri warna menyatu keindahan.
Kegembiraan sepoi angin tak tergantikan membuat air mata memantik tertahan pada tatapan sang ayah dan ibu. Mata berkaca-kaca mengenang akan kembali pulang saat rindu melanda. Memandang cita-cita menatap langkah kedepan yang cerah.
Lantunan ayat-ayat Tuhan dalam hati sebagi bekal amanah sang kiai, harus berani melangkah melepas rindu menjemput ilmu di tanah rantau.
Perlahan Ibnu Soleh menaiki burung besi raksasa itu, meninggalkan kampungnya yang terlihat makin jauh. Diatas pesawat ia bersama Mas’ud — orang Tagal juga tentunya — sudah lama merantau di Mamuju dengan berjualan martabak.
Ibnu Soleh tinggal bersama Mas’ud belajar dan membantunya jualan martabak. Satu setengah tahun lamanya, tinggal bersama, beradaptasi dengan lingkungan orang-orang Mamuju. Ibnu Solehpun pindah ke Tapandullu — sebuah kampung dekat pantai — memilih sebagai abdi pada dunia pendidikan — sesuai jurusan PGSD saat ia kuliah — sebagai tenaga guru kontrak di Sekolah Dasar Tapandullu, Kecamatan Simboro, Mamuju hingga Maret – desember 2017.
Saat Ibnu Soleh di Tapandullu, ia tinggal dirumah, H. Achmad selaku mantan kepala Sekolah SD Tapandullu. Saat itulah Ibnu Soleh mengaggapnya orang tua angkat hingga saat ini.
Tak lama kemudian, Ibnu Soleh pindah ke SDN 02 Karema, hingga saat ini. Ibnu Saleh banyak memberikan inspirasi kepada murid-murid di sekolahnya, iya beri pelajaran tambahan kegiatan keagamaan.
Ibnu Soleh Tukang Pijat Keliling
Sebuah capaian impian, Ibnu Soleh bertarung waktu demi masa depan yang ia harapkan. Ia tak perduli pekerjaan sebagai tukang pijat panggilan di kota Mamuju. Niatnya semata-mata ibadah kepada Allah SWT. Keahliannya dalam memijat, warisan orang tuanya — pijat tradisional ala orang Jawa.
Pagi ia harus bergegas kesekolah untuk beri pelajaran kepada murid-muridnya. Sepulang dari sekolah, ia beri tambahan pelajaran, mengajari anak-anak tentanganya mengaji dan malam hari, ia baru siap bertarung tenaga jari jemarin dengan pelayanan yang maksimal pada pelanggang pijat Ibnu Soleh ditemani teman setianya yaitu sepeda.
Ia mengayuh roda sepedanya itu hari demi hari, hingga malam memenuhi kewajiban kebutuhan pelanggannya. Bunyi klapson serta deru kenalpot besahut menjadi teman setia Ibnu, sekan-akan malam ia ingin sulap cepat berganti siang.
Kadang Ibnu Soleh menjadi relawan pijat untuk orang yang sakit, saat gempa di Palu tahun lalu, ia aktif sebagai relawan menolong pengungsi dengan menawarkan jasa bantuan pijat di posko GP Ansor Banser Mamuju saat itu.
Hari-demi hari pekerjaannya sebagai tukang pijat ia lakoni, keihlasan serta ikhtiarnya membuat Ibnu Soleh di sukai publik. Bahkan kalangan Pijat sekelas tokoh politik, prtinggi Polri di Sulbar, pemerintah menjadi langganan pijat Ibnu Soleh.
Ibnu Soleh tak bersepeda lagi, ia sudah mampu membeli sepeda motor dan menysihkan pendapatannya untuk orang tuanya di Tegal.
Hingga saat ini, Ibnu Soleh masih mengejar impian cita-citanya, di tanah Sulawesi yaitu,melanjutkan pendidikan Magister di Makassar, Sulawesi Selatan.
Apa yang Ibnu lakukan tentunya menjadi sebuah inspirasi, bahwa perjuangan hidup tidak harus memandang strata sosial, hilangkan gengsi, tekun dan ber do’a.
Semoga Ibnu Soleh sehat selalu apa yang di cita-citakan dapat tercapai!
Amin Yaa Rabbal Alamin.
Penulis : Muh. Iksan Hidayah
Comment