Jenderal Moeldoko di Tengah Perang Fisik dan Perang Cyber

MEDIAEKPRES.Id – Perang adalah suatu keharusan yang tentunya negara mau tidak mau mesti siap untuk menghadapinya. Namun perang tak elok jikalau korban banyak berjatuhan. Dibutuhkan leadership dan taktik yang hebat untuk menghadapi peperangan.

Sebab dalam perang, kemenangan tentunya harus direbut, dengan cara menyelamatkan negara dan menghindari rakyat atau pasukan yang mati. Bukan dengan seberapa jumlah musuh yang harus kita taklukkan atau dibunuh.

Inilah salah satu prinsip dalam sebuah perang dengan mempertahankan tanah air; semangat Patriotisme.

Lalu bagaimana strategi negara dalam menghadapi perang non-senjata saat ini yaitu Cyber?

Jenderal TNI (Purn.) Dr. Moeldoko selaku Kepala Staf Kepresidenan, memaparkan lewat podcas Deddy Corbuzier yang diunggah di chanel Youtube-nya.

Jenderal Moeldoko menceritakan kisahnya saat berperang dalam misi operasi Seroja di Timor-Timor, tahun 1984 silam, Singapura dan Jepang tahun 1991, Irak-Kuwait tahun 1992, Amerika Serikat, dan Kanada.

Dibutuhkan strategi dan taktik politik dalam dunia perang. Ketelitian di medan tempur dan permainan akal untuk dapat mengelabui lawan, menjadi salah satu tonggak untuk mengalahkan musuh.

“Tidak melakukan sesuatu yang monoton karena itu bahaya, karena perang penuh dengan jebakan dan tipu muslihat,” cerita Moeldoko.

Lanjut sang Jenderal menceritakan, tak ada rasa takut sama sekali di medan tempur, hanya satu tekad, yaitu kemenangan, meski nyawa tak lagi dihiraukan, sebab dirinya — bersama pasukannya — memegang teguh prinsip doktrin TNI; lebih baik pulang tinggal nama daripada kalah dalam pertempuran.

Selain itu, di medan tempur, kontrol emosional juga sangat penting. Alasannya, musuh bisa saja menembak anggota dan lari, sehingga kalau anggota lain mengejarnya — karena ingin balas dendam — berakibat fatal,  anggota musuh lain pun bisa saja muncul tiba-tiba dan membunuh.

Dalam situasi itu, Moeldoko yang memiliki sikap leadership, selalu memberi motifasi pada prajurit untuk tidak takut. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi ketika ada prajurit yang stres di medan tempur dikarenakan menyaksikan anggota lain tertembak oleh musuh. “Itu lumrah terjadi,” imbuhnya.

“Kita bekerja waktu itu, ada setahun dalam hutan, tidak liat lampu, ngga liat apa-apa, ya pastilah ada anggota yang tidak memiliki tingkat ketahanan, ada yang ngga mampu. Jadi biasa ada yang stres gitu, kita evakuasi kita rehabilitasi, balikin lagi,” cerita dia.

Selama Moeldoko berperang, ia tidak pernah terkena tembakan, namun bentrok — baku hantam — sering ia lakukan dengan musuh, dalam operasi saat misi menyisir hutan rimba untuk mencari musuh dan menaklukkannya.

Lalu bagaimana sang Jenderal Moeldoko menghadapi perang Cyber di zaman milenial saat ini?

Tentu akan stres menghadapi gempuran media sosial yang tidak mudah di kontrol dan dipetakkan, karena di media sosial tidak dapat di kalkulasi. Menurutnya, dalam pertempuran fisik bagaimanapun dapat dikalkulasi seperti, pertimbangan daya tempur yang tentunya relatif dari kalkulasi kekuatan persenjataan musuh.

“Perang cyber itu jauh lebih bahaya, karena di mana tugasnya melemahkan niat bertempur, merusak dan kalau itu tidak di tata dengan baik bisa bencana,” ujarnya

Karena itu, lanjut dia, kekuatan cyber itu dapat menghancurkan sebuah negara. Karena perang juga, bukan hanya cyber, juga ada namanya perang kebudayaan, ekonomi, ideologi dan agama. Ia mengutip konsep tokoh Ali Komaeni dalam sebuah bukunya bilang, bahwa perang kebudayaan itu menyenangkan korban. Dimana korban sudah kala malah dia senang.

Itu dilakukan dengan pendekatan melalui barang yang terlarang yaitu Narkoba. Orang yang mengkonsumsi narkoba mereka itulah orang-orang kalah. Meski dia nikmati barang tersebut.

Untuk membangun Indonesia di tengah dunia cyber saat ini, adalah membagun kesadaran bersama, bahwa kontribusi setiap orang memiliki kemajuan yang tinggi terhadap terbagunnya sebuah negara yang kuat.

Reporter: Muh. Iksan Hidayah

Editor      : Mediaekspres.id

Quotes of the day “Tidak cukup bahwa saya berhasil, semua orang lain harus gagal.”

Jenghis Khan

Comment